BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17
Agustus 1945 bukan menjadi jaminan bahwa rakyat dapat mendapat kemerdekaan
seutuhnya seperti yang dijanjikan dalam Pembukaan UUD 1945 Banyak permasalahan
yang timbul pasca proklamasi, baik dibidang ekonomi, sosial, politik,
pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya. Di bidang ekonomi, pemerintah
masih belum dapat melakukan pembenahan yang cukup signifikan secara menyeluruh.
Salah satu peristiwa yang trekenal adalah Madiun Affair.
Kemerdekaan Indonesia yang baru berjalan selama tiga
tahun, pada tanggal, 18 September 1948, sudah dikacaukan oleh pemberontakan
yang di lakukan oleh kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI). Kemerdekaan yang
seharusnya diisi oleh pembangunan bangsa, justru dikacaukan oleh sekelompok
orang yang tidak memahami arti kemerdekaan. Kepentingan pribadi dan kelompok
lebih diutamakan daripada kepentingan nasional. Paham komunisme tumbuh pada
jiwa orang-orang PKI, sedangkan rakyat, khususnya buruh dan tani, tidak paham
berpolitik. Mereka mengikuti aktivis PKI hanya karena ikut-ikutan, dan bukan
karena pemahaman yang baik mengenai komunisme.
Peristiwa
ini diawali dengan persetujuan perjanjian Renville, dimana ini Indonesia berada
dalam posisi yang sangat dirugikan, kerugian pertama meliputi penyempitan
wilayah Indonesia dan semakin memperlemah posisi Indonesia karena terkurung
oleh Belanda. Kerugian kedua adalah Perekonomian Indonesia semakin lemah karena
diblokade oleh Belanda, Kerugian ketiga adalah konflik antara Amir Syarifuddin
dan kelompok kontra hasil perjanjian Renville Yang didominasi oleh Partai
Nasional Indonesia (PNI) dan Masyumi. Selanjutnya akhirnya Amir Syarifuddin
lengser pada bulan Januari 1948, tidak lama setelah perjanjian Renville.
Kejatuhan Amir Syarifuddin disikapi dengan nada kecewa oleh Muso. Ia
beranggapan adalah suatu kesalahan bagi Amir Syarifuddin dengan kondisi
terlepasnya kekuasaan dari tangannya. Karena untuk menciptakan negara Komunis.
Pasca tergulingnya Amir Syarifudin, Mohammad Hatta ditunjuk menggantikan Amir
Syarifuddin untuk membentuk kabinet. Pada pembentukan kabinet ini Hatta
mengajak PNI, Masyumi dan Sayap Kiri untuk bersama-sama membentuk kabinet
koalisi dengan proporsi wakil yang berimbang. Sayap Kiri tidak menolak untuk terlibat
dengan kabinet koalisi Hatta, namun Sayap Kiri menginginkan posisi yang lebih
stategis dan lebih dominan dengan mengajukan opsi penempatan. Amir Syarifuddin
menggalang kekuatan dengan golongan sosialis lain, seperti: Partai Sosialis
Indonesia (PSI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Pemuda Sosialis Indonesia
(PESINDO), Partai Buruh, menjadi kelompok perjuangan Front Demokratik
Rakyat(FDR). Untuk mengetahui kelanjutan keberadaan FDR dan peristiwa Madiun
1948 akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
Ø Faktor
apakah yang menyebabkan terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948?
Ø Bagaimana
proses pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun tahun 1948?
Ø Bagaimana
akhir dari konflik yang terjadi di Madiun pada tahun 1948?
1.3
Tujuan
Ø Untuk
mengetahui Faktor yang menyebabkan terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun Tahun
1948
Ø Untuk
mengetahui proses pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun tahun 1948
Ø Untuk
mengetahui akhir dari konflik yang terjadi di Madiun pada tahun 1948
1.4
Manfaat
Adapun
beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pembahasan ini adalah antara lain :
Ø Secara
umum: makalah ini dapat membantu memperluas wawasan
pengetahuan khususnya tentang peristiwa yang
terjadi tahun 1948 di Madiun
Ø Secara
khusus: sebagai upaya untuk mendiskripsikan dan memahami peristiwa Madiun tahun
1948 yang meliputi sebab, jalannya pemberontakan dan akhir dari pemberontakan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Faktor Penyebab terjadinya Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun
Pemberontakan
PKI terjadi akibat Persetujuan perjanjian Renville, sehingga kabinet Amir
Syarifuddin jatuh karena dianggap terlalu menguntungkan Belanda. Perjanjian
Renville dianggap tidak menjamin secara tegas kedudukan dan kelangsungan hidup
Republik Indonesia. Hasil perjanjian Renville membuat posisi indonesia
bertambah sulit. Isi perjanjian itu adalah sebagai berikut:
1. Wilayah
Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis Van Mook), yaitu garis
khayal yang dibuat Van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan Indonesia dan
wilayah kekuasaan Belanda.
2. Belanda
tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai diserahkan kepada
Republik Indonesia Serikat yang akan segera dibentuk
3. RIS
mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan Belanda dalam Uni-Indonesia-Belanda.
4. Republik
Indonesia merupakan Bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Sebelum
RIS terbentuk, Kerajaan Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada
pemerintahan federal sementara.
Dengan disetujuinya perjanjian Renville maka wilayah
Republik Indonesia semakin berkurang dan semakin sempit, ditambah lagi dengan
blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 23
Januari 1948 Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada presiden Republik
Indonesia. Presiden kemudian menunujuk Moh. Hatta suntuk menyusun kabinet.
Hatta menyusun kabinet tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialis.[1]
Setelah menyerahkan mandatnya kepada
Pemerintah Repunlik Indonesia, Amir Syarifuddin menjadi oposisi dari
pemerintahankabinet Hatta. Ia menyusun kekuatan dalam Font Demokrasi Rakyat
(FDR), yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. Mereka
mengadakan pengancaman ekonomi dengan cara emnghasut kaum buruh untuk
melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada tanggal 5 juli 1948. Pada
saat FDr melakukan ofensif, tampillah Musso seorang tokoh PKI yang dikirim oleh
pimpinan gerakan komunis internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut
pimpinan atas negara Republik Indonesia dari tangan kaun nasionalis. Ia
mengembangkan politik yang diberi nama “jalan
baru”. Sesuai dengan doktrin itu, ia melakukan fusi antara partai sosialis,
partai buruh dan lain-lain menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil
alih pimpinan PKI itu. PKI melakukan provokasi terhadap kabinet Hattadan
menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seolah olah bersikap kompromistis
terhadap musuh.
Kabinet Hatta sekalipun
mendapat serangan dari kaum komunis, tetap melaksanakan program reorganisasi
dan rasionalisasi. Sebagai langkah
pertama untuk melaksanakan Rasionalisasi dalam Angkatan Perang, dikeluarkan
Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1948 pada tanggal 2 Januari 1948 yang isinya
antara lain:
1. Pembubaran Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan
Perang
2. Pengangkatan untuk sementara Kepala Staf umum Angkatan
Perang beserta Wakilnya
3.
Mengangkat Jendral Sudirman menjadi Panglima Angkatan Perang Mobil
4. Pengangkatan Angkatan
Staf Markas Besar Pertempuran
Program
rasionalisasi ini mendapat tantangan hebat dari kaum komunis, karena menimpa
sebagian besar pasukan bersenjatanya. Tetapi politik ofensif musso itu tidak
menggoyahkan kabinet Hatta yang didukung oleh dua partai politik besar pada
saat itu seperti PNI dan masyumi.
2.2 Proses pemberontakan yang
dilakukan oleh PKI di Madiun tahun 1948
Usaha pertama yang dilakukan FDR/PKI
adalah melakukan propaganda kepada massa akan pentingnya Front Nasional, lewat
Front Nasional dilakukan penggalangan kekuatan revolusioner dari massa buruh,
tani, dan kaum miskin lainnya dengan memanfaatkan keresahan sosial yang ada.
Setelah langkah tersebut, FDR/PKI akan berkoalisi dengan tentara. Konsep
tentara dimata FDR(PKI) harus memiliki konsep seperti tentara merah di Uni
Sovyet, tentara harus memiliki pengetahuan tentang politik dan dibimbing oleh
opsir-opsir politik, dan tentara harus berwatak anti penjajah. Tentara-tentara
yang bergabung kemudian, kebanyakan adalah tentara sakit hati yang terkena
program Rasionalisasi dan Reorganisasi kabinet Hatta dan kebetulan menemukan
persamaan visi dengan FDR (PKI).
Pemberontakan PKI di Madiun tersebut dimulai pada jam
3.00 setelah terdengar tembakan pestol tiga kali sebagai tanda dimulainya
gerakan non parlementer oleh kesatuan komunis yang disusul dengan gerakan
perlucutan senjata, kemudian kesatuan PKI menduduki tempat-tempat penting di
kota Madiun, seperti Kantor Pos, Gedung Bank, Kantor Telepon, dan Kantor
Polisi. Lalu
berlanjut dengan penguasaan kantor radio RRI dan Gelora Pemuda sebagai alat
bagi mereka untuk mengumumkan ke seluruh negeri tentang penguasaan kota Madiun
yang akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan akan
mendirikan Sovyet Republik Indonesia serta pembentukan Pemerintahan Front
Nasional. Proklamasi ini sendiri diucapkan oleh Supardi, tokoh FDR dari Pesindo
dengan diiringi pengibaran bendera merah. Dengan ini Madiun dan sekitarnya
resmi dinyatakan sebagai daerah yang terbebaskan.[2]
Puncak gerakan yang dilakukan PKI pada tanggal 18 september 1948 yaitu dengan
pernyataan tokoh-tokoh PKI tentang berdirinya Sovyet Republik Indonesia yang bertujuan mengganti dasar negara
pancasila dengan Komunis. Yang menarik adalah ketika Sovyet Republik Indonesia
diproklamirkan Amir Syarifuddin dan Muso yang selanjutnya di usung sebagai
presiden dan wakil presiden malah berada di luar Madiun.kesatuan-kesatuan yang telah dipersiapkan untuk
melakukan pemberontakan tersebut antara lain: kesatuan yang dipimpin oleh
Sumartono (Pesindo). Pasukan Divisi VI Jawa Timur dibawah pimpinan Kolonel
Djokosujono dan Letkol Dahlan yang waktu Panglima Divisinya ialah Kolonel
Sungkono. Juga dari sebagian Divisi Panembahan Senopati yang dipimpin oleh
Letkol Suadi dan Letkol Sujoto. Dalam gerakan ini kesatuan PKI telah melakukan
pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat orang
militer. Perebutan kekuasaan ini berjalan lancar, kemudian mereka mengibarkan
bendera merah di depan Balai Kota.[3]
Pasukan-pasukan komunis yang dipimpin oleh Sumarsono, Dahlan dan Djokosujono
dengan cepat telah bergerak menguasai seluruh kota Madiun, karena sebagian
besar tentara di kota itu tidak mengadakan perlawanan. Disamping itu pertahanan
kota Madiun sebelumnya praktis sudah dikuasai oleh Pasukan Brigade 29.121
Perebutan kekuasaan tersebut pada jam 07.00 pagi telah berhasil sepenuhnya
menguasai Madiun.
2.3 Akhir dari Konflik yang terjadi
di Madiun pada tahun 1948
Pemberontakan
PKI yang terjadi di Madiun mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk
melakukan tindak tegas. Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan negara
berada ditangannya. Ketika terdengar
berita di Madiun terjadi perebutankekuasaan yang dilakukan oleh PKI Musso, maka
dengan segera pemerintah mengadakan Sidang Kabinet Lengkap pada tanggal 19
September 1948 yang diketuai oleh Presiden Soekarno. Hasil sidang tersebut
mengambilkeputusan antara lain ;
- Bahwa Peristiwa Madiun yang digerakan oleh FDR/PKI adalah suatu pemberontakan terhadap Pemerintah dan mengadakan instruksi kepada alat-alat Negara dan Angkatan Perang untuk memulihkan keamanan Negara.
- Memberikan kuasa penuh kepada Jendral Sudirman untuk melaksanakan tugas pemulihan keamanan dan ketertiban kepada keadaan biasa di Madiun dan daerah-daerah lainnya[4].
Setelah presiden memberi
perintah kepada Angkatan Perang untuk segera mengembalikan keamanan dengan
segera diadakan penangkapan terhadap orang-orang yang membahayakan negara dan
diadakan penggerebegan tempat-tempat yang dianggap perlu. Supaya dapat
melaksanakan tugas dengan baik, Markas Besar Angkatan Perang segera menetapkan
dan mengangkat Kolonel Sungkono Panglima Divisi VI Jawa Timur sebagai Panglima
Pertahanan Jawa Timur yang mendapat tugas menggerakan pasukan dari arah timur.
Karesidenan Madiun untuk menumpas Pemberontakan PKI Musso dan mengamankan
kembali seluruh Jawa Timur dari anasir pemberontak. Setelah mendapat perintah
tersebut Kolonel Sungkono segera memerintahkan Brigade Surachmad bergerak
menuju Madiun. Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Jonosewojo yang terdiri
atas Batalyon Sabirin Muchtar bergerak menuju Trenggalek terus ke Ponorogo,
Batalyon Gabungan Pimpinan Mayor Sabaruddin bergerak melalui Sawahan menuju
Dungus dan Madiun, Batalyon Sunarjadi bergerak melalui Tawangmangu, Sarangan,
Plaosan bergerak Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Sadikin.[5]
Untuk tugas operasi ini
Divisi Siliwangi mengerahkan kekuatan 8 Batalyon, yaitu : Batalyon Achmad
Wiaranatakusumah, Batalyon Lukas yang menggantikan Batalyon Umar, Batalyon
Daeng, Batalyon Nasuhi, Batalyon Kusno Utomo, Letkol Kusno Utomo memegang dua
batalyon dan menjabat sebagai Kepala Staf Brigade, Batalyon Sambas, yang
kemudian diganti oleh Batalyon Darsono, Batalyon A. Kosasih, Batalyon Kemal
Idris. Di samping itu juga Pasukan Panembahan Senopati yang dipimpin oleh
Letkol Slamet Ryadi, Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi
dan Pasukanpasukan dari Banyumas yang dipimpin oleh Mayor Surono.Batalyon Kemal
Idris dan Batalyon A. Kosasih yang didatangkan dari Yogyakarta bergerak ke
Utara dengan tujuan Pati. Batalyon Daeng bergeruk ke Utara dengan tujuan Cepu,
Blora, Batalyon Nasuhi dan Batalyon Achmad Wiranatakusumah bergerak ke Selatan
dengan tujuan Wonogiri dan Pacitan. Batalyon Darsono dan Batalyon Lukas
bergerak ke Madiun. Sedangkan Pasukan Panembahan Senopati bergerak ke Utara,
Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi bergerak ke Timur
menuju Madiun melalui Sarangan.
Musso
yang melarikan diri ke daerah Ponorogo tertembak mati pada tanggal 31 Oktober
1948 oleh Brigade S yang dipimpin oleh Kapten Sunandar sewaktu melakukan
patroli. Sedangkan Pada tanggal 20 Nopember 1948 pasukan Amir menuju
Tambakromo, sebelah Timur Kayen sebelah Selatan Pati. Mereka terdiri dari
kurang lebih 500 orang, ada yang beserta keluarga mereka. Keadaan mereka sangat
menyedihkan. Banyak diantara mereka yang ingin melarikan diri, tetapi rakyat
selalu siap menangkap mereka. Banyak mayat pemberontak diketemukan karena
sakit, atau kelaparan. akhirnya Amir menyerahkan diri beserta pasukannya pada
tanggal 29 Nopember, saat mereka menyeberangi Sungai Lusi menuju ke desa
Klambu, antara Klampok dan Bringin (7 Km dari Purwodadi). Pasukan TNI
mengadakan taktik menggiring ke titik buntu yang mematikan. Taktik ini ternyata
berhasil, karena pasukan pemberontak terjepit di daerah rawa-rawa. Mereka
dikepung oleh kesatuan-kesatuan TNI, akhirnya Amir menyerahkan diri beserta pasukannya.[6]
Gerakan
Operasi Militer yang dialncarkan oleh pasukan yang taat kepada pemerintah RI
berjalan dengan singkat. Dalam 12 hari Madiun dapat dikuasai kembali, teaptnya tanggal
30 September 1948 jam 16.15. setelah Madiun dapat direbut kembali oleh pasukan-pasukan
TNI, maka jam 17.30 sore keamanan telah terjamin kembali, dan tiap-tiap rumah
telah berkibar bendera Merah Putih.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Perebutan kekuasaan di Madiun telah dimulai Pada
tanggal 18 September 1948. PKI menduduki tempat-tempat penting di kota Madiun,
seperti Kantor Pos, Gedung Bank, Kantor Telepon, dan Kantor Polisi Dalam
gerakan ini kesatuan PKI telah melakukan pembunuhan terhadap dua orang pegawai
pemerintah dan menangkap empat orang militer. Pemberontakan
PKI yang terjadi di Madiun mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk
melakukan tindak tegas dengan memerintahkan Markas Besar Angkatan Perang segera menetapkan dan mengangkat Kolonel
Sungkono Panglima Divisi VI Jawa Timur sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur
yang mendapat tugas menggerakan pasukan dari arah timur. Serta divisi yang lain
dengan wilayah penumpasannya masing masing. Cara ini berhasil membuat pihak PKI
menyerahkan diri dan menyatakan kekalahannya.
3.2
Saran
Persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia dalam
menghimpun kekuatan sangat penting untyk melawan pemberontakan. Dengan adanya
pemberontakan diharapkan pemerintah Indonesia juga segera tanggap dalam
menghadapinya agar tidak menimbulkan pemberontakan lain. Pemerintah RI waktu
itu ialah tidak segera mengambil tindakan tegs membubarkan organisasi politik
PKI, sehingga terjadi Pemberontakan G.30 S/PKI tahun 1965. Oleh karena
keberadaan negara yang masih berkembang ini diharapkan siap menghadapi segala
tantangan yang datang dari dalam maupun luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA
Menteri
/sekertaris negara republik Indonesia. 30 tahun Indonesia Merdeka 1945-1949. Jakarta:
Tirta pustaka.
Susatyo, Rachmat. Pemberontakan PKI-Musso di
Madiun 18-30 September 1948. Bandung: Koperasi ilmu pengetahuan sosial, 2008
Dr. A.H. Nasution, Sedjarah Perdjuangan Nasional Indonesia, Jakarta:
Mega Book Store, 1966
Dimjati, Muhammad. Sedjarah Perdjuangan Indonesia, Widjaja, Jakarta:
Widjaja, 1951
Pemuda
Indonesia dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: Sinar Bahagia 1984
[1] Menteri /sekertaris negara republik
Indonesia . 30 tahun Indonesia Merdeka.
1945-1949. Tirta pustaka. hal
[2] Rachmat Susatyo. Pemberontakan
PKI-Musso di Madiun 18-30 September 1948. Koperasi ilmu pengetahuan
sosial.2008. hal 52
[3]
Dr. A.H. Nasution,
Sedjarah Perdjuangan Nasional Indonesia, Mega Book Store, Jakarta, 1966,
hal. 131-132
[4] ibid., hal. 133.
[5]
Ibis., hal. 135.
[6]Muhammad Dimjati, Sedjarah
Perdjuangan Indonesia, Penerbit Widjaja, Jakarta, 1951
kak, makasih yaa.. sangat membantu..
BalasHapusizin paste postingannya...
kak, makasih yaa.. sangat membantu..
BalasHapusizin paste postingannya...
Situs Slot
BalasHapusFreebet
Game Slot