Selasa, 13 November 2012

Peristiwa MAdiun dan Pembahasannya


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukan menjadi jaminan bahwa rakyat dapat mendapat kemerdekaan seutuhnya seperti yang dijanjikan dalam Pembukaan UUD 1945 Banyak permasalahan yang timbul pasca proklamasi, baik dibidang ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya. Di bidang ekonomi, pemerintah masih belum dapat melakukan pembenahan yang cukup signifikan secara menyeluruh. Salah satu peristiwa yang trekenal adalah Madiun Affair.
Kemerdekaan Indonesia yang baru berjalan selama tiga tahun, pada tanggal, 18 September 1948, sudah dikacaukan oleh pemberontakan yang di lakukan oleh kelompok Partai Komunis Indonesia (PKI). Kemerdekaan yang seharusnya diisi oleh pembangunan bangsa, justru dikacaukan oleh sekelompok orang yang tidak memahami arti kemerdekaan. Kepentingan pribadi dan kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan nasional. Paham komunisme tumbuh pada jiwa orang-orang PKI, sedangkan rakyat, khususnya buruh dan tani, tidak paham berpolitik. Mereka mengikuti aktivis PKI hanya karena ikut-ikutan, dan bukan karena pemahaman yang baik mengenai komunisme.
Peristiwa ini diawali dengan persetujuan perjanjian Renville, dimana ini Indonesia berada dalam posisi yang sangat dirugikan, kerugian pertama meliputi penyempitan wilayah Indonesia dan semakin memperlemah posisi Indonesia karena terkurung oleh Belanda. Kerugian kedua adalah Perekonomian Indonesia semakin lemah karena diblokade oleh Belanda, Kerugian ketiga adalah konflik antara Amir Syarifuddin dan kelompok kontra hasil perjanjian Renville Yang didominasi oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Masyumi. Selanjutnya akhirnya Amir Syarifuddin lengser pada bulan Januari 1948, tidak lama setelah perjanjian Renville. Kejatuhan Amir Syarifuddin disikapi dengan nada kecewa oleh Muso. Ia beranggapan adalah suatu kesalahan bagi Amir Syarifuddin dengan kondisi terlepasnya kekuasaan dari tangannya. Karena untuk menciptakan negara Komunis. Pasca tergulingnya Amir Syarifudin, Mohammad Hatta ditunjuk menggantikan Amir Syarifuddin untuk membentuk kabinet. Pada pembentukan kabinet ini Hatta mengajak PNI, Masyumi dan Sayap Kiri untuk bersama-sama membentuk kabinet koalisi dengan proporsi wakil yang berimbang. Sayap Kiri tidak menolak untuk terlibat dengan kabinet koalisi Hatta, namun Sayap Kiri menginginkan posisi yang lebih stategis dan lebih dominan dengan mengajukan opsi penempatan. Amir Syarifuddin menggalang kekuatan dengan golongan sosialis lain, seperti: Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Pemuda Sosialis Indonesia (PESINDO), Partai Buruh, menjadi kelompok perjuangan Front Demokratik Rakyat(FDR). Untuk mengetahui kelanjutan keberadaan FDR dan peristiwa Madiun 1948 akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah
Ø  Faktor apakah yang menyebabkan terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948?
Ø  Bagaimana proses pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun tahun 1948?
Ø  Bagaimana akhir dari konflik yang terjadi di Madiun pada tahun 1948?

1.3 Tujuan
Ø  Untuk mengetahui Faktor yang menyebabkan terjadinya Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948
Ø  Untuk mengetahui proses pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun tahun 1948
Ø  Untuk mengetahui akhir dari konflik yang terjadi di Madiun pada tahun 1948
1.4 Manfaat
Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pembahasan ini adalah antara lain :
Ø Secara umum: makalah ini dapat membantu memperluas wawasan
 pengetahuan khususnya tentang peristiwa yang terjadi tahun 1948 di Madiun
Ø Secara khusus: sebagai upaya untuk mendiskripsikan dan memahami peristiwa Madiun tahun 1948 yang meliputi sebab, jalannya pemberontakan dan akhir dari pemberontakan

BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Faktor Penyebab terjadinya Pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun
                   Pemberontakan PKI terjadi akibat Persetujuan perjanjian Renville, sehingga kabinet Amir Syarifuddin jatuh karena dianggap terlalu menguntungkan Belanda. Perjanjian Renville dianggap tidak menjamin secara tegas kedudukan dan kelangsungan hidup Republik Indonesia. Hasil perjanjian Renville membuat posisi indonesia bertambah sulit. Isi perjanjian itu adalah sebagai berikut:
1.      Wilayah Indonesia diakui berdasarkan garis demarkasi (garis Van Mook), yaitu garis khayal yang dibuat Van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan Indonesia dan wilayah kekuasaan Belanda.
2.      Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat yang akan segera dibentuk
3.      RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Kerajaan Belanda dalam Uni-Indonesia-Belanda.
4.      Republik Indonesia merupakan Bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5.      Sebelum RIS terbentuk, Kerajaan Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada pemerintahan federal sementara.
                   Dengan disetujuinya perjanjian Renville maka wilayah Republik Indonesia semakin berkurang dan semakin sempit, ditambah lagi dengan blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 23 Januari 1948 Amir Syarifuddin menyerahkan mandatnya kepada presiden Republik Indonesia. Presiden kemudian menunujuk Moh. Hatta suntuk menyusun kabinet. Hatta menyusun kabinet tanpa campur tangan golongan sayap kiri atau sosialis.[1]
            Setelah menyerahkan mandatnya kepada Pemerintah Repunlik Indonesia, Amir Syarifuddin menjadi oposisi dari pemerintahankabinet Hatta. Ia menyusun kekuatan dalam Font Demokrasi Rakyat (FDR), yang mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis. Mereka mengadakan pengancaman ekonomi dengan cara emnghasut kaum buruh untuk melancarkan pemogokan di pabrik karung Delangu pada tanggal 5 juli 1948. Pada saat FDr melakukan ofensif, tampillah Musso seorang tokoh PKI yang dikirim oleh pimpinan gerakan komunis internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas negara Republik Indonesia dari tangan kaun nasionalis. Ia mengembangkan politik yang diberi nama “jalan baru”. Sesuai dengan doktrin itu, ia melakukan fusi antara partai sosialis, partai buruh dan lain-lain menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil alih pimpinan PKI itu. PKI melakukan provokasi terhadap kabinet Hattadan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seolah olah bersikap kompromistis terhadap musuh.
                   Kabinet Hatta sekalipun mendapat serangan dari kaum komunis, tetap melaksanakan program reorganisasi dan rasionalisasi. Sebagai langkah pertama untuk melaksanakan Rasionalisasi dalam Angkatan Perang, dikeluarkan Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1948 pada tanggal 2 Januari 1948 yang isinya antara lain:
1. Pembubaran Pucuk Pimpinan TNI dan Staf Gabungan Angkatan Perang
2. Pengangkatan untuk sementara Kepala Staf umum Angkatan Perang beserta Wakilnya
     3. Mengangkat Jendral Sudirman menjadi Panglima Angkatan Perang Mobil
            4. Pengangkatan Angkatan Staf Markas Besar Pertempuran
            Program rasionalisasi ini mendapat tantangan hebat dari kaum komunis, karena menimpa sebagian besar pasukan bersenjatanya. Tetapi politik ofensif musso itu tidak menggoyahkan kabinet Hatta yang didukung oleh dua partai politik besar pada saat itu seperti PNI dan masyumi.


2.2 Proses pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di Madiun tahun 1948
Usaha pertama yang dilakukan FDR/PKI adalah melakukan propaganda kepada massa akan pentingnya Front Nasional, lewat Front Nasional dilakukan penggalangan kekuatan revolusioner dari massa buruh, tani, dan kaum miskin lainnya dengan memanfaatkan keresahan sosial yang ada. Setelah langkah tersebut, FDR/PKI akan berkoalisi dengan tentara. Konsep tentara dimata FDR(PKI) harus memiliki konsep seperti tentara merah di Uni Sovyet, tentara harus memiliki pengetahuan tentang politik dan dibimbing oleh opsir-opsir politik, dan tentara harus berwatak anti penjajah. Tentara-tentara yang bergabung kemudian, kebanyakan adalah tentara sakit hati yang terkena program Rasionalisasi dan Reorganisasi kabinet Hatta dan kebetulan menemukan persamaan visi dengan FDR (PKI).
Pemberontakan PKI di Madiun tersebut dimulai pada jam 3.00 setelah terdengar tembakan pestol tiga kali sebagai tanda dimulainya gerakan non parlementer oleh kesatuan komunis yang disusul dengan gerakan perlucutan senjata, kemudian kesatuan PKI menduduki tempat-tempat penting di kota Madiun, seperti Kantor Pos, Gedung Bank, Kantor Telepon, dan Kantor Polisi. Lalu berlanjut dengan penguasaan kantor radio RRI dan Gelora Pemuda sebagai alat bagi mereka untuk mengumumkan ke seluruh negeri tentang penguasaan kota Madiun yang akan memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan akan mendirikan Sovyet Republik Indonesia serta pembentukan Pemerintahan Front Nasional. Proklamasi ini sendiri diucapkan oleh Supardi, tokoh FDR dari Pesindo dengan diiringi pengibaran bendera merah. Dengan ini Madiun dan sekitarnya resmi dinyatakan sebagai daerah yang terbebaskan.[2] Puncak gerakan yang dilakukan PKI pada tanggal 18 september 1948 yaitu dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI tentang berdirinya Sovyet Republik Indonesia yang bertujuan mengganti dasar negara pancasila dengan Komunis. Yang menarik adalah ketika Sovyet Republik Indonesia diproklamirkan Amir Syarifuddin dan Muso yang selanjutnya di usung sebagai presiden dan wakil presiden malah berada di luar Madiun.kesatuan-kesatuan yang telah dipersiapkan untuk melakukan pemberontakan tersebut antara lain: kesatuan yang dipimpin oleh Sumartono (Pesindo). Pasukan Divisi VI Jawa Timur dibawah pimpinan Kolonel Djokosujono dan Letkol Dahlan yang waktu Panglima Divisinya ialah Kolonel Sungkono. Juga dari sebagian Divisi Panembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Suadi dan Letkol Sujoto. Dalam gerakan ini kesatuan PKI telah melakukan pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat orang militer. Perebutan kekuasaan ini berjalan lancar, kemudian mereka mengibarkan bendera merah di depan Balai Kota.[3] Pasukan-pasukan komunis yang dipimpin oleh Sumarsono, Dahlan dan Djokosujono dengan cepat telah bergerak menguasai seluruh kota Madiun, karena sebagian besar tentara di kota itu tidak mengadakan perlawanan. Disamping itu pertahanan kota Madiun sebelumnya praktis sudah dikuasai oleh Pasukan Brigade 29.121 Perebutan kekuasaan tersebut pada jam 07.00 pagi telah berhasil sepenuhnya menguasai Madiun.

2.3 Akhir dari Konflik yang terjadi di Madiun pada tahun 1948
Pemberontakan PKI yang terjadi di Madiun mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan tindak tegas. Presiden Soekarno memusatkan seluruh kekuasaan negara berada ditangannya. Ketika terdengar berita di Madiun terjadi perebutankekuasaan yang dilakukan oleh PKI Musso, maka dengan segera pemerintah mengadakan Sidang Kabinet Lengkap pada tanggal 19 September 1948 yang diketuai oleh Presiden Soekarno. Hasil sidang tersebut mengambilkeputusan antara lain ;
  • Bahwa Peristiwa Madiun yang digerakan oleh FDR/PKI adalah suatu pemberontakan terhadap Pemerintah dan mengadakan instruksi kepada alat-alat Negara dan Angkatan Perang untuk memulihkan keamanan Negara.
  • Memberikan kuasa penuh kepada Jendral Sudirman untuk melaksanakan tugas pemulihan keamanan dan ketertiban kepada keadaan biasa di Madiun dan daerah-daerah lainnya[4].
Setelah presiden memberi perintah kepada Angkatan Perang untuk segera mengembalikan keamanan dengan segera diadakan penangkapan terhadap orang-orang yang membahayakan negara dan diadakan penggerebegan tempat-tempat yang dianggap perlu. Supaya dapat melaksanakan tugas dengan baik, Markas Besar Angkatan Perang segera menetapkan dan mengangkat Kolonel Sungkono Panglima Divisi VI Jawa Timur sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur yang mendapat tugas menggerakan pasukan dari arah timur. Karesidenan Madiun untuk menumpas Pemberontakan PKI Musso dan mengamankan kembali seluruh Jawa Timur dari anasir pemberontak. Setelah mendapat perintah tersebut Kolonel Sungkono segera memerintahkan Brigade Surachmad bergerak menuju Madiun. Pasukan tersebut dipimpin oleh Mayor Jonosewojo yang terdiri atas Batalyon Sabirin Muchtar bergerak menuju Trenggalek terus ke Ponorogo, Batalyon Gabungan Pimpinan Mayor Sabaruddin bergerak melalui Sawahan menuju Dungus dan Madiun, Batalyon Sunarjadi bergerak melalui Tawangmangu, Sarangan, Plaosan bergerak Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Sadikin.[5]
Untuk tugas operasi ini Divisi Siliwangi mengerahkan kekuatan 8 Batalyon, yaitu : Batalyon Achmad Wiaranatakusumah, Batalyon Lukas yang menggantikan Batalyon Umar, Batalyon Daeng, Batalyon Nasuhi, Batalyon Kusno Utomo, Letkol Kusno Utomo memegang dua batalyon dan menjabat sebagai Kepala Staf Brigade, Batalyon Sambas, yang kemudian diganti oleh Batalyon Darsono, Batalyon A. Kosasih, Batalyon Kemal Idris. Di samping itu juga Pasukan Panembahan Senopati yang dipimpin oleh Letkol Slamet Ryadi, Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi dan Pasukanpasukan dari Banyumas yang dipimpin oleh Mayor Surono.Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A. Kosasih yang didatangkan dari Yogyakarta bergerak ke Utara dengan tujuan Pati. Batalyon Daeng bergeruk ke Utara dengan tujuan Cepu, Blora, Batalyon Nasuhi dan Batalyon Achmad Wiranatakusumah bergerak ke Selatan dengan tujuan Wonogiri dan Pacitan. Batalyon Darsono dan Batalyon Lukas bergerak ke Madiun. Sedangkan Pasukan Panembahan Senopati bergerak ke Utara, Pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin oleh Mayor Achmadi bergerak ke Timur menuju Madiun melalui Sarangan.
            Musso yang melarikan diri ke daerah Ponorogo tertembak mati pada tanggal 31 Oktober 1948 oleh Brigade S yang dipimpin oleh Kapten Sunandar sewaktu melakukan patroli. Sedangkan Pada tanggal 20 Nopember 1948 pasukan Amir menuju Tambakromo, sebelah Timur Kayen sebelah Selatan Pati. Mereka terdiri dari kurang lebih 500 orang, ada yang beserta keluarga mereka. Keadaan mereka sangat menyedihkan. Banyak diantara mereka yang ingin melarikan diri, tetapi rakyat selalu siap menangkap mereka. Banyak mayat pemberontak diketemukan karena sakit, atau kelaparan. akhirnya Amir menyerahkan diri beserta pasukannya pada tanggal 29 Nopember, saat mereka menyeberangi Sungai Lusi menuju ke desa Klambu, antara Klampok dan Bringin (7 Km dari Purwodadi). Pasukan TNI mengadakan taktik menggiring ke titik buntu yang mematikan. Taktik ini ternyata berhasil, karena pasukan pemberontak terjepit di daerah rawa-rawa. Mereka dikepung oleh kesatuan-kesatuan TNI, akhirnya Amir menyerahkan diri beserta pasukannya.[6]
            Gerakan Operasi Militer yang dialncarkan oleh pasukan yang taat kepada pemerintah RI berjalan dengan singkat. Dalam 12 hari Madiun dapat dikuasai kembali, teaptnya tanggal 30 September 1948 jam 16.15. setelah Madiun dapat direbut kembali oleh pasukan-pasukan TNI, maka jam 17.30 sore keamanan telah terjamin kembali, dan tiap-tiap rumah telah berkibar bendera Merah Putih.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
                 Perebutan kekuasaan di Madiun telah dimulai Pada tanggal 18 September 1948. PKI menduduki tempat-tempat penting di kota Madiun, seperti Kantor Pos, Gedung Bank, Kantor Telepon, dan Kantor Polisi Dalam gerakan ini kesatuan PKI telah melakukan pembunuhan terhadap dua orang pegawai pemerintah dan menangkap empat orang militer. Pemberontakan PKI yang terjadi di Madiun mendorong Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan tindak tegas dengan memerintahkan Markas Besar Angkatan Perang segera menetapkan dan mengangkat Kolonel Sungkono Panglima Divisi VI Jawa Timur sebagai Panglima Pertahanan Jawa Timur yang mendapat tugas menggerakan pasukan dari arah timur. Serta divisi yang lain dengan wilayah penumpasannya masing masing. Cara ini berhasil membuat pihak PKI menyerahkan diri dan menyatakan kekalahannya.

3.2 Saran
          Persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia dalam menghimpun kekuatan sangat penting untyk melawan pemberontakan. Dengan adanya pemberontakan diharapkan pemerintah Indonesia juga segera tanggap dalam menghadapinya agar tidak menimbulkan pemberontakan lain. Pemerintah RI waktu itu ialah tidak segera mengambil tindakan tegs membubarkan organisasi politik PKI, sehingga terjadi Pemberontakan G.30 S/PKI tahun 1965. Oleh karena keberadaan negara yang masih berkembang ini diharapkan siap menghadapi segala tantangan yang datang dari dalam maupun luar negeri.

DAFTAR PUSTAKA

Menteri /sekertaris negara republik Indonesia. 30 tahun Indonesia Merdeka 1945-1949. Jakarta: Tirta pustaka.

Susatyo, Rachmat. Pemberontakan PKI-Musso di Madiun 18-30 September 1948. Bandung: Koperasi ilmu pengetahuan sosial, 2008

Dr. A.H. Nasution, Sedjarah Perdjuangan Nasional Indonesia, Jakarta: Mega Book Store, 1966
Dimjati, Muhammad. Sedjarah Perdjuangan Indonesia, Widjaja, Jakarta: Widjaja, 1951

Pemuda Indonesia dalam Dimensi Sejarah Perjuangan Bangsa. Jakarta: Sinar Bahagia 1984


[1] Menteri /sekertaris negara republik Indonesia . 30 tahun Indonesia Merdeka. 1945-1949. Tirta pustaka. hal

[2] Rachmat Susatyo. Pemberontakan PKI-Musso di Madiun 18-30 September 1948. Koperasi ilmu pengetahuan sosial.2008. hal 52
[3] Dr. A.H. Nasution, Sedjarah Perdjuangan Nasional Indonesia, Mega Book Store, Jakarta, 1966, hal. 131-132
[4] ibid., hal. 133.
[5] Ibis., hal. 135.
[6]Muhammad Dimjati, Sedjarah Perdjuangan Indonesia, Penerbit Widjaja, Jakarta, 1951

3 komentar: