Rabu, 31 Juli 2013

Perkembangan Cirebon sebagai Kota Pantai serta Peranan Pelabuhannya



Cirebon: perkembangannya sebagai Kota Pantai dan Peranan Pelabuhan dalam Perjalanan Maritim Indonesia

          Sejarah kota-kota di indonesia sebagian besar berkembang di wilayah pantai karena kedudukannya sebagai pelabuhan. Hal ini dikarenakan aadanya aktivitas ekonomi, budaya, politik, dan sosial banyak dilakukan melalui laut pada masa lalu.sejarah telah membuktikan bahwa perdagangan paling ramai dan mudah dilakukan adalah melalui sungai dan laut. Akibatnya  muncul pemukiman pemukiman disekitar sungai dan pantai. Kemudian dalam perkembangannya pemukiman itu berubah menjadi kota seiring dengan adanya interaksi antara penduduk asli dengan pendatangsetelah melalui waktu yang lama. Kelahiran suatu kota yang melalui proses sejarah yang panjang juga terjadi diberbagai kota kota pantai di Jawa, salah satunya adalah Cirebon.
          Kota Cirebon merupakan kota pantai yang terletak di ujung timur pantai Utara Jawa Barat. Sejak awal berdirinya kota Cirebon merupakan sebuah desa yang bernama lemahwungkuk yang menjadi pusat penyebaran agama islam didaerah sekitarnya. Selanjutnya desa ini berkembang menjadi kota dengan nama Cirebon yang sesuai dengan toponim daerah tersebut karena banyak menghasilkan rebon atau udang yang menjadi pusat kerajaan Cirebon. Pada Jaman VOC Cirebon menjadi pusat perniagaan Belanda di daerah Batavia dan Jepara, selanjutnya pada masa Hindia Belanda kota ini berkedudukan sebagai ibukota Kerasidenan, ibu kota Kabupaten, dan sekaligus sebagai ibukota distrik. Bahkan pada tahun 1906 kota cirebon dijadikan sebagai Gemeente.
          Kota pelabuhan ini terletak di teluk yang terlindungi oleh semenanjung Indramayu dan karang-karang di sebagian lepas pantai dari terjangan ombak dari arah utara, Jalan masuk untuk berlabuh berada disebelah timur yang terletak disebelah utara muara sungai Losari. Kondisi ini telah mendoron Cirebon yang berfungsi sebagai route pelayaran jalan Sutera.
1.1 Kedudukan Cirebon pada Masa Awal Perkembangan Islam
          Cirebon merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar bangsa, Lokasinya diantara Jawa tengah dan Jawa Barat telah membuat Cirebon berperan selain sebagai bandar pelabuhan juga berperan sebagai Jembatan kebudayaan antara Jawa dan Sunda. Pembentukan Cirebon tidak dapat dipisahkan dari sejarah Pantai Utara secara keseluruhan, karena  Cirebon tidak hanya mempunyai hubungan – hubungan  dengan kerajaan Islam seperti Demak, Banten Tuban dan Gresik melainkan juga berhubungan dengan bandar-bandar seberang lautan seperti Pasai dan Champa yang tidak dapat dipisahkan dengan persebaran islam di Jawa.
          Peranan Cirebon dalam persebaran islam abad ke 9 hingga abad ke 11M merupakan gejala tumbuhnya islam di Nusantara. Adanya serangan dari bangsa Mongol  (Tartar) pada abad ke 15 terhadap Baghdad menyebabkan agama islam masuk dipelosok Nusantara dengan memanfaatkan wahana perdagangan internasional. Jalur perdagangan melalui laut itulah yang disebut perdagangan jalur Sutra.  Wilayah-wilayah pesisir Nusantara lebih mudah mengadakan hubungan dengan para pedagang islam yang telah membawa dampak sosial maupun budaya bagi masyarakat setempat. Daerah pesisir utara pantai Jawa pun telah memiliki beberapa pemukiman orang islam sejak abad ke 11 M kemudian islam dapat berkembang dengan pesat di Jawa pada abad ke 15 hingga 16 M. Perkembangan islam yang pesat ini tidak terlepas dari peranan para walisanga dengan melakukan aktivitasnya dengan mengembangkan dan memperluas wilayah dengan menjalankan pengaruh melalui lembaga-lembaga pesantren. Salah satu Wali yang berperan dalam perkembangan islam di Cirebon ketika masa Banten dan Matram adalah Sunan Gunung Jati. Cirebon sendiri saat itu menjadi Barometer Islamisasi di daerah Jawa Barat. Awal perkembangan Cirebon sebagai salah satu pusat perkembangan islam di Pulau Jawa sekaligus tumbuh menjadi pusat kekuatan politik. Dalam kegiatan politikya, Cirebon berusaha menciptakan keseimbangan politik baik ke arah timur maupun ke arah barat dengan mejadi salah satu Bandar perdagangan yang pesat pada masanya sekaligus menjadi kota yang bernafaskan islam dengan pola-pola penyusunan masyarakat yang Hierarki sosial yang kompleks
          Letak Cirebon yang berada antara jalur Banten dan Jakarta disebelah Barat, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, dan Giri disebelah timur telah menjadikan posisi tersebut menjadikan Cirebon berada ditengah jaringan ekonomi perdagangan, penyiaran islam sekaligus pemantapan pengetahuan islam ke arah barat dan timur. Tumbuh dan berkembangnya Crebon juga tidak dapat dipisahkan dari sejumlah sejarah seperti jatuhnya Malaka ke tangan Portugis yang telah mengubah kondisi geopolitik dan geoekonomi kawasan sekitar Selat Malaka.  Kemantapan posisi geopolitik Crebon sering di uji oleh tekanan Mataram, walaupun secara langsung Cirebon tidak pernah mengalami serangan secara fisik langsung dari Mataram. Namun dalam hal konflik antara Mataram dengan VOC, Cirebon lebih banyak memilih jalan tengah ketika seorang Kumpeni VOC dalam perjalanan ke Mataram sering menimbulkan kegusaran bagi Mataram. Karena itu ketika armada Kompeni VOC pada tahun 1962 berlayar di pantai utara, Cirebon mengundang armada VOC agar menembakkan meriamnya untukmenimbulkan kesan bahwa belanda memusihi Cirebon.
          Pada sisi yang lain pihak Cirebon seringkali dimanfaatkan oleh Mataram menjadi penghubung antara mataram dan Banten yang apabila terjadi konflik akan mempersulit kedudukan Cirebon, sehingga Cirebon akhirnya memilih proteksi Belanda pada tahun 1981. Posisi Cirebon yang strategis menjadi penghubung bagi Mataram untuk terus menetralisir Kesultanan Banten, selain itu Cirebon juga menjadi “Buffer Power” Mataram untuk menahan laju Kompeni / VOC yang berpusat di Batavia, pengamanan politik Mataram terhadap Cirebon tentunya tidak semata-mata berkaitan dengan posisi politik Mataram sebagai “adi kuasa” di pulau Jawa pada abad ke 16. Tekanan terhadap Cirebon juga tidak terlepas dari kedudukan Cirebon sebagai salah satu bandar yang mampu mengembangkan perdagangan jarak jauh, Cirebon dan wilayah bawahannya dianggap mampu mengamankan dan menyediakan Logistik militer bagi Operasi Matram ke arah barat khususnya ke Batavia. Kepentingan inilah yang membuat Cirebon memiliki posisi khusus bagi Banten, Batavia, Demak kemudian Mataram bahkan sampai ke Giri Gresik.
1.2 Peranan Pelabuhan Cirebon dan Daerah Pedalaman
          Cirebon merupakan salah satu pelabuhan penting dipesisir utara Pulau Jawa dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan Indonesia maupun dengan bagian dunia lainnya. Dari pedalaman Cirebon dihasilkan beras dan bahan pangan lainnya. Daerah pedalaman Cirebon yang mengelilingi kota merupakan wilayah subur yang terdiri dari daratan rendah banyak menghasilkan beras untuk diekspor dan dataran tinggi yang berada di gunung gunung Ciremai, gunung sawal dan gunung Cakrabuana banyak menghasilkan kayu yang berkualitas baik.   Perkembangan Cirebon dapat dilihat dari adanya persaingan dengan pelabuhan-pelabuhan lain disekitarnya antara lain Losari, Tegal, Japura, Amparan Jati, Dermayu. Diantara persaingan tersebut yang paling cepat berkembang adalah pelabuhan Cirebon.
Keterpisahan Cirebon dengan dunia laut ini dimulai ketika VOC berhasil menanamkan dominasinya di Cirebon sejak tahun 1681 dengan ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 7 januari 1681 antara Cirebon dengan VOC yang mempengaruhi perjalanan Cirebon sebagai kota dagang adalah bahwa Kompeni mendapatkan hak Monopoli impor pakaian, kapas, opium, dan monopoli ekspor seperti lada, kayu, gula, beras, dan rpoduk apapun yang dikehendaki Kumpeni.  Perjnjian ini juga mengatur bahwa pelayaran pribumi harus mendapatkan lisensi dari VOC dan sangat dibatasi, tidak semua kapal boleh masuk kecuali atas ijin VOC. Dengan adanya perjanjian tersebut maka secara politis maupun militer, Cirebon berada dibawah lindungan Kumpeni. Sebagaimana di kota-kota pelabuhan lainnya di Indonesia pada periode ini  pusat aktivitas orang orang belanda di Cirebon berada dalam sebuah benteng ang diberi nama De Bescherming yang dugunakan sebagai tempat tinggal para pejabat VOC.
          Mulai pada tahun 1900 posisi pelabuhan Cilacap sudah tergeser oleh ekspor pelabuhan Cilacap, pada tahun ini nilai ekspor pelabuhan Cilacap sebanyak 7,6 juta gulden sedangkan nilai ekspor pelabuhan Cirebon6 juta Gulden. Pada tahun 1914 nilai ekspor pelabuhan Cirebon hanya separoh dari ekspor pelabuhan Cilacap, kondisi yang sama juga terjadi pada tahun 1929. Bahkan kurang dari separoh ekspor pelabuhan Cirebon kurang dari separoh nilai ekspor pelabuhan Cilacap.
          Adanya plitik atau sistem tanam paksa yang timbul akibat adanya liberalisme dari kebijakan kolonial telah membuat Cirebon sebagai daerah penghasil beras tidak dapat terlepas dari sistem ini yang diterapkan sejak tahun 1830. Barang komoditi selain beras juga menghasilkan Kopi, pengangkutan kopi yang menuntut untuk menggunakan jalur darat sebagai jalur untuk mengangkut hasil kopi, namun karena kondisi jalan darat yang belum cukup baik. Sehingga di Cirebon yang paling berkembang adalah jalur sungai yang menghubungkan dengan daerah pedalaman Cirebon. Letak pelabuhan dan kota Cirebon yang strategis ini tentu akan menjadi pesaing dengan pelabuhan disekitarnya. Saat itu kota Cilacap yang juga berkembang menjadi kota pelabuhan merupakan saingan dari pelabuhan Cirebon di masa culturstelsel. Pelabuhan Cilacap yang terletak di residensi Banyumas dan berbatasan langsung dengan residen Cirebon dan Pekalongan di sebelah utara dengan laut hindia belanda disebelah selatan. Di daerah pedalaman Cilacap dan Cirebon berbatasan secara langsung. kedua pelabuhan ini memilik akses yang sama ke Priangan,dimana priangan merupakan daerah yang dalam masa pelaksanaan Culturstelsel merupakan penghasil kopi terbesar di Jawa selain Pasuruan dan Kedu. Dari sinilah persaingan antara pelabuhan Cirebon dan pelabuhan Cilacap dalam masa Culturstelsel berkaitan dengan komoditi kopi khususnya dari peringan dan dari bagian selatan Cirebon ternyata lebih mudah diekspor melalui pelabuhan Cilacap. Ekspor kopi dari Cilacap pada tahun 1881 bukan hanya berasal dari Bagelan dan Banyumas melainkan berasal dari Cirebon. Dari jumlah 18.053 pikul kopi yang diekspor dari Cilacap sebanyak 48.002 pikul berasal dari Priangan dan 1.619 pikul berasal dari Cirebon. Dalam periode tahun 1870-an sampai awal 1880-an posisi ekspor pelabuhan Cirebon berada diatas pelabuhan Cilacap.
                    Sejalan dengan semakin besarnya kepentingan Belanda baik dari piak pemerintah maupun swasta di pedalaman Cirebon maka peranan pelabuhan dan kota Cirebon semakin penting bukan hanya sebagai transit komoditi ekspor dan impor tetapi juga sebagai pusat pengendalian politik kawasan pedalaman. Perkembangan dan perhatian belanda terhadap pelabuhan Cirebon  yang sejak awal abad ke 20 menjadi pelabuhan ekspor Impor terbesar keempat di Jawa setelah Batavia, Surabaya, dan Smarang. Hal ini telah mendorong belanda Untuk melakukan berbagai pembenahan terhadap pelabuhan dan kota Cirebon. Perubahan itu dapat dilihat darikekuasaan keraton yang semakin lemah secara politik dan ekonomi sehingga lingkungan keraton tidak lagi menjadi pusat orientasi pemukiman penduduk, namun kedudukannya digantikan oleh pelabuhan yang merupakan pusat aktivitas VOC serta  sebagai tempat orientasi pemekaran wilayah penduduk.




Rabu, 17 Juli 2013

Industri Mesin di Surabaya



INDUSTRI MESIN SURABAYA: FUNGSI DAN PERAN DALAM INDUSTRIALISASI DAN PEMBANGUNAN KOTA ABAD XIX DAN AWAL ABAD XX
  PENGANTAR
Kota merupakan wadah dari berbagai aspek kehidupan yang sangat kompleks, Salah satu pendapat tentang kota menurut J.H De Goode menentukan beberapa ciri kawasan yang disebut kota, diantaranya adalah mempunyai peranan besar yang dipegang oleh sektor sekunder (Industri) dan tersier (Jasa) dalam kehidupan ekonomi, Jumlah penduduk yang relatif besar dan Heterogen, serta kepadatan penduduk yang relatif besar. Surabaya yang merupakan salah satu kota besar yang tidak bisa terlepas dari ciri yang disebutkan oleh De Goode. Surabaya sebagai Kota juga diperkuat oleh pendapat dari Mc Gee yang menyatakan bahwa terdapat tiga ciri kota kolonial yaitu pemukiman sudah stabil, terdapat Garnisun, dan pemukiman pedagang, yang paling penting adalah lokasinya dekat dengan laut atau sungai yang memudahkan pendatang Eropa untuk mengekspor produk dari daerah yang bersangkutan serta mengekspor produk dari Eropa. Kondisi kota inilah yang berpengaruh terhadap proses industrialisasi di Kota Surabaya. Industri itu sendiri mengandung makna sebagai fasilitator yang mengolah bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai guna lebih tinggi.
Sejak akhir abad ke 19 hingga awal abad ke-20 perkembangan industri meningkat tajam yang disebabkan oleh pertanian perkebunan yang memberlakukan sistem tanam paksa. Berdirinya industri dengan menggunakan mesin sebagai tenaga produksi ini menjadikan proses transfer teknologi sangat penting dalam proses industrialisasi di Jawa, sehingga awal abad ke-20 kota kota besar di Jawa menjalankan fungsinya sebagai pusat administratif dan komersial. Industrialisasi yang semakin meningkat ini menyerap banyak tenaga kerja khususnya yang paling banyak di industri mekanik. Kondisi ini juga dapat menimbulkan urbanisasi, sehingga surabaya saat itu juga menjadi kota dengan penduduk terpadat.
 ISI SINGKAT
Peningkatan industri sejak abad ke 19 hingga awal abad ke-20 perkembangannya di Kota Surabaya meningkat tajam. Jika pada tahun 1899 jumlah industri manufaktur hanya berjumlah 113 buah maka pada tahun 1914 meningkat menjadi 440 buah. Industri manufaktur di Kota Surabaya melonjak hingga 300% (Purnawan Basundoro: 2012). Kegiatan bisnis, Industri, pemerintahan dan pemukiman eropa terpusat di sekitar Jembatan merah. Gudang Senjata, toko mesin uap kapal, pabrik roti, pabrik air mineral, dan beberapa pabrik lain berada di pusat kota. Kawasan tersebut kemudian mengarah ke selatan setelah pemerintah Gemeente membeli lahan di Daerah Ngagel sehinggga banyak industri yang berpindah ke kawasan Ngagel.
Pemberlakuan Cultur stelsel telah melahirkan Perkembangan sektor agraria yang dimulai sejak tahun 1830 telah mendorong kemunculan pabrik pabrik di daerah Kerasidenan Surabaya yang meliputi Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang yang banyak dimiliki oleh orang Eropa dan Cina. Kondisi tahun 1780 sebelum diberlakukannya Cultur stelsel, pengolahan tebu menggunakan tenaga kerbau dimana didekat penggilingannya yang berputar hari dengan hewan penarik yang diganti tiap setengah jam yang harus dipanasi terus menerus untuk memasak hasil perasan tebu sehingga setelah beberapa lama berubah menjadi gula kental berwarna kecoklatan dan siap dicetak menggunakan tempurung kelapa. Kondisi ini berubah pasca diberlakukannya sistem tanam paksa, pemerintah mulai mengimport peralatan mesin untuk penggilingan tebu dengan menggunakan tenaga uap pada beberapa pabrik eropa. Modernisai ini menyebabkan pabrik pabrik yang menggunakan tenaga hewan dan tenaga air mulai terpinggirkan. Penggunaan ketel uap terus meningkat dan mencapai puncaknya pada akhir abad ke 19 mencapai 1.350 unit. Ketel uap, vacuum pans, Centrifuge dan mesin uap banyak diimpor dari inggrisnamun pemeliharaan dan perbaikannya dilakukan secara lokal, pemeliharaan inilah yang nantinya juga akan mendorong lahirnya perusahaan teknik swasta oleh F. J. H Baijer.
Industri berat mulai dirintis sejak awal abad ke 19 dengan dibangunnya industri logam “Constructie Winkle” yang merupakan perusahaan pemerintah yang merintis kemunculan industri mesin swasta di Surabaya. Pada tahun 1808 untuk keperluan pertahanan. Kemudian dalam perkembangannya ini terbagi menjadi dua yaitu bengkel artileri (senjata dan meriam) dan perbengkelan mesin uap. Sedangakan perusahaan mesin swasta yang pertama kali di Surabaya didirikan oleh F. J. Hbaijer pada tahun 1841 yang bernama “Stoomfabriek van F. J. H Baijer” yang bermanfaat bagi reparasi pabrik gula. Tahun 1844 pabrik ini kesulitan biaya dan digadaikan ke pemerintah kemudian diberi nama Artileri Constructif Winkle.kemunculan ini kemudian disusul oleh beberapa perusahaan seperti pabrik besi dan logam “de Volharding”, perusahaan galangan kapal (Curtis, Dormaar, Kramer, Essink, de Hoog, Zunthuys). Untuk memenuhi kebutuhan reparasi mesin pabrik gula juga didirikan perusahaan N. V Machinefabriek pada tahun 1858. Menjelang tahun 1863 bengkel reparasi tidak bisa lagi mengatasi mesin mesin yang rusak sehingga melahirkan pabrik pabrik mesin seperti N. V Fabriek van stoom en werktuigen Kalimas tahun 1875, Lingerwood Manufacturing Co Ltd tahun 1877, N. V soerabasjhe Machine Handel voorhen Becker Co tahun 1883. Sehingga awal abad ke 20 kebutuhan akan mesin semakin meningkat yang kemudian mendorong lahirnya pabrik permesinan yang lebih besar.
Perkembangan industri yang pesat ini juga telah mendorong penyebaran bangunan baja bagi konstruksi pembukaan jalur kereta api yang ditetapkan berdasarkan keputusan pemerintah no 141 tahun 1875. Pembukaan jalur ini dilakukan dikawasan timur jurusan Ssurabaya-Pasuruan tahun 1878. Penggunaan baja untuk konstruksi mesin kereta api, rel, stasiun, lokomotif, gerbong dll ini kemudian diikuti pembukaan jalur trem di Surabya tahun 1891 oleh Oast Java Stroomtram Maatschappij (OJS).
Relokasi kawasan Industri di Kawasan Ngagel oleh pemerintah Gemeente tahun 1916 dirintis oleh pabrik mesin N. V Machinefabriek Braat yang mulai dibangun sejak tahun 1920, kemudian disusl oleh N. V Construktiewerkplaats Noordick, serta 3 pabrik mesin lainnya yang berada di kawasan Ngagel.
Artikel ini menjelaskan kondisi industri yang kronologis sejak akhir abad ke 19 hingga awal abad ke 20. Mulai dari perkembangan industri gula yang dilakukan secara tradisional, mulai menggunakan mesin impor hingga pada puncaknya berdiri beberapa industri mesin di Kota Surabaya. Kemunculan industri yang semakin pesat kemudian menjadi perhatian pemerintah dengan dilakukannya relokasi di Kawasan Ngagel.
KESIMPULAN
            Awal perkembangan Industrialisasi di Surabaya mulanya merupakan Supporting Sistem yang mendukung sektor agraria, Agraria semakin pesat mendorog lahirnya mekanisasi sebagai alat untuk mengolah tebu. Hal inilah yang mendorong lahirnya industri mesin  di Surabaya yang ditandai dengan berdirinya beberapa perusahaan mesin di Sekitar Jembatan Merah yang kemudian mengalami relokasi pada tahun 1916 ke Ngagel. Pesatnya industri baja dan mesin ini mendorong timbulnya transportasi khusunya kereta Api dan Trem yang sampai saat ini masih bisa dinikmati keberadaannya.

Rabu, 26 Juni 2013

Perkembangan Ahmadiyah



DINAMIKA PERKEMBANGAN PAHAM AHMADIYAH QODIANIYAH
Ahmadiyah adalah suatu aliran yang meyakini ada nabi setelah Nabi Muhammad saw, mereka meyakini Mirza Gulam Ahmad sebagai Nabi mereka. Selain itu mereka juga mempunyai kitab suci yang dikenal dengan nama Tadzkirah sebagaimana umat islam mempunyai Al-Qur’an
1.      Apa itu Ahmadiyah?
                 Menurut pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad, Misi Ahmadiyah adalah untuk menghidupkan islam dan menegakkan Syariah islam. Tujuan didirikan jemaat Ahmadiyah menurut pendirinya adalah untuk meremajakan moral islam dan nilai-nilai spiritual. Ahmadiyah bukanlah sebuah agama baru namun bagian dari islam. Para pengikut ahmadiyah mengamalkan rukun iman dan rukun islam. Gerakan Ahmadiyah menganjurkan perdamaian, toleransi, kasih dan saling pengertian diantara para pengikut agama yang berbed, serta menolak kekerasan dan teror dalam bentuk apapun untuk alasan apapun. Jemaat muslim Ahmadiyah adalah suatu Organisasi keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia.pergerakan jemaat Ahmadiyah dalam islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasionalyang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia dan Eropa.
2.      Sejarah Penyebaran di Indonesia
Tiga pemuda dari Sumatera Tawalib yakni suatu pesantren di Sumatera barat meninggalkan negerinya untuk menuntut ilmu. Mereka adalah Abu Bakar ayyub, Ahmad Nuruddin dan Zainal Dahlan. Awalnya mereka akan berangkat ke Mesir untuk menuntut ilmu di Kairo yang saat itu terkenal sebagai pusat studi islam. Namun guru mereka menyarankan agar pergi ke India karena negara tersebut mulai menjadi pusat pemikiran Modernsasi islam. Ketika sampai di Lahore, mereka bertemu dengan ajaran Anjuman Isyati Islam (Ahmadiyah). Setelah berada disana mereka ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di Desa Qadian. Dan setelah mendapatkan penjelasan mereka segera di Bai’at oleh Hadrat Masih II, dan ketiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di madrasah Ahmadiyah yang kini disebut Jamiah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran disana, kemudian mereka mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera untuk bergabung dengan ketiga pemuda tersebut. Dua tahun setelah peristiwa itu para pelajar menginginkan agar Hadhrat Masih II untuk berkunjung ke Indonesia. Untuk datang ke Indonesia kemudian Hadrat Masih II mengirimkan wakilnya yakni Maulana Rahmat Ali HAOD yang dikirim sebagai Mubaligh pada tanggal 17 Agustus 1925 dan sampai di Tapaktuan Aceh pada tanggal 2 Oktober 1925. Kemudian berangkat menuju Padang (Sumatera Barat). Kemudian kaum intelek dan orang-orang biasa menggabungkan dirindengan Ahmadiyah. Tahun 1926, jemaah Ahmadiyah resmi berdiri sebagai organisasi. Maulana Rakhmat Ali HAOD berangkat ke Jakarta, perkembangan Ahmadiyah semakin pesat hingga dibentuklah pengurus besar (PB) jemaat Ahmadiyah dengan R. Muhyiddin sebagai ketuanya. Perjuangan Jemaah Ahmadiyah juga terlibat dalam meraih kemerdekaan, banyak para Ahmadi Indonesia yang wafat dibunuh Tentara Belanda pada tahun 1946. Salah satunya adalah R.Muhyiddin yang merupakan tokoh penting dalam perjuangan indonesia merdeka. Ditahun limapuluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu organisasi keormasan di Indonesia dengan dikeluarkannya Badan Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No.JA.5/23/13 tertanggal 13-3-1953. Ahmadiyah juga pernah berpolitik, yang kemudian membawa kejatuhan Presiden pertama RI. Namun di era tahun 1970-an, melaui Rabithah Alam al islam menjadi-jadi di awal 19701an, Rabithah Alam al Islam menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Periode 90 an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah bersamaan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyah (MTA).

3.      Kontroversi Ajaran Ahmadiah
menurut ajaran islam, Ahmadiyah dianggap melenceng dari ajaran islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Isa Al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslimin yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir. Perbedaan Ahmadiyah dengan islam pada umunya juga pada penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Ahmadiah sering dikaitkan dengan kitab Tazkirah yang sebenarnya bukan kitab suci bagi ahmadia, namun hanya merupakan satu buku yang berisi kumpulan pengalaman rohani pendiri jemaat Ahmadiah, layaknya Diary. Adapula yang menyebut bahwa kota suci Jemaat Ahmadiah adalah qadian dan Rabwah. Adanya kota suci Jemaah Ahmadiah adalah sama dengan kota suci umat islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah.

4.      Aqidah Ahmadiah Qodianiyah
diantara paham yang dibangun untuk menghancurkan islam bangunan dan kekuatan islam adalah faham Ahmadiah Qodianiyah. Paham yang didirikan untuk menghancurkan islam dengan cara sembunyi-sembunyi dan tidak frontal, karena dimana kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa semua pihak atau kelompok manusi manapun yang ingin menyerang atau bahkan memusnahkan islam dimuka bumi ini dengan cara berhadapan langsung, mereka tidak dapat mengalahkan islam. Karena jika islam dilawan secara ternag-terangan kekuatan mereka semakin kuat. Orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Quraisy Mekah yang berusaha menhadang islam, menjatuhkan wibawanya, mengurangi pengikutnya dan menurunkan nama besar islam selalu gagal dengan berbagai cara baik dengan peperangan , adu argumentasi, diskusi ilmiah, dengan menjanjikan kekayaan duniawi atau memberikan ancaman semua cara telah ditempuh namun kekuatan islam tetap eksis dan islam berkembang semakin pesat.
Pengalaman panjang dam pahit ini membuat mereka terinspirasi untuk meubah metode mereka yang keras dan frontal dalam melawan kaum muslimin. Akhirnya mereka memilih perlawanan terhadap umat islam dengan tekhnik penipuan dan pengelabuhan. Mereka kemudian mendirikan faham baru untuk mengelabuhi kaum muslimin dengan mengatasnamakan islam, sehingga sedikit demi sedikit mereka akan bisa mengikis pemikiran-pemikiran islam dari kaum muslimin dan akhirnya menghilangkan islam itu sendiri. Mereka mendirikan Ahmadiah Qodianiah yang kemudian menyebarkan pemikiran-pemikiran aneh yangtidak dikenal oleh kaum muslimin.
Ahmadiah Qidianiah Memiliki Keyakinan sebagai berikut:
Ø  Ahmadiah mempunyai Tuhan yang memiliki sifat-sifat seperti manusia
Ø  Bahwa Nabi dan Rasul Tetap ada hingga hari kiamat
Ø  Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi dan Rasul Allah
Ø  Nabi Mirza Ghulam Ahmad adalah Nabi terbaik dari semua Nabi dan Rasul
Ø  Mirza Ghulam Ahmad menerima wahyu dari Allah
Ø  Mereka memiliki kitab suci tersendiri
Ø  Kota Qodian adalah seperti kota Mekkah al-Mukaromah dan Kota Madinah
Ø  Ibadah haji mereka adalah kehadiran dalam muktamar tahunan di kota Qodian