Rabu, 17 Juli 2013

Industri Mesin di Surabaya



INDUSTRI MESIN SURABAYA: FUNGSI DAN PERAN DALAM INDUSTRIALISASI DAN PEMBANGUNAN KOTA ABAD XIX DAN AWAL ABAD XX
  PENGANTAR
Kota merupakan wadah dari berbagai aspek kehidupan yang sangat kompleks, Salah satu pendapat tentang kota menurut J.H De Goode menentukan beberapa ciri kawasan yang disebut kota, diantaranya adalah mempunyai peranan besar yang dipegang oleh sektor sekunder (Industri) dan tersier (Jasa) dalam kehidupan ekonomi, Jumlah penduduk yang relatif besar dan Heterogen, serta kepadatan penduduk yang relatif besar. Surabaya yang merupakan salah satu kota besar yang tidak bisa terlepas dari ciri yang disebutkan oleh De Goode. Surabaya sebagai Kota juga diperkuat oleh pendapat dari Mc Gee yang menyatakan bahwa terdapat tiga ciri kota kolonial yaitu pemukiman sudah stabil, terdapat Garnisun, dan pemukiman pedagang, yang paling penting adalah lokasinya dekat dengan laut atau sungai yang memudahkan pendatang Eropa untuk mengekspor produk dari daerah yang bersangkutan serta mengekspor produk dari Eropa. Kondisi kota inilah yang berpengaruh terhadap proses industrialisasi di Kota Surabaya. Industri itu sendiri mengandung makna sebagai fasilitator yang mengolah bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai guna lebih tinggi.
Sejak akhir abad ke 19 hingga awal abad ke-20 perkembangan industri meningkat tajam yang disebabkan oleh pertanian perkebunan yang memberlakukan sistem tanam paksa. Berdirinya industri dengan menggunakan mesin sebagai tenaga produksi ini menjadikan proses transfer teknologi sangat penting dalam proses industrialisasi di Jawa, sehingga awal abad ke-20 kota kota besar di Jawa menjalankan fungsinya sebagai pusat administratif dan komersial. Industrialisasi yang semakin meningkat ini menyerap banyak tenaga kerja khususnya yang paling banyak di industri mekanik. Kondisi ini juga dapat menimbulkan urbanisasi, sehingga surabaya saat itu juga menjadi kota dengan penduduk terpadat.
 ISI SINGKAT
Peningkatan industri sejak abad ke 19 hingga awal abad ke-20 perkembangannya di Kota Surabaya meningkat tajam. Jika pada tahun 1899 jumlah industri manufaktur hanya berjumlah 113 buah maka pada tahun 1914 meningkat menjadi 440 buah. Industri manufaktur di Kota Surabaya melonjak hingga 300% (Purnawan Basundoro: 2012). Kegiatan bisnis, Industri, pemerintahan dan pemukiman eropa terpusat di sekitar Jembatan merah. Gudang Senjata, toko mesin uap kapal, pabrik roti, pabrik air mineral, dan beberapa pabrik lain berada di pusat kota. Kawasan tersebut kemudian mengarah ke selatan setelah pemerintah Gemeente membeli lahan di Daerah Ngagel sehinggga banyak industri yang berpindah ke kawasan Ngagel.
Pemberlakuan Cultur stelsel telah melahirkan Perkembangan sektor agraria yang dimulai sejak tahun 1830 telah mendorong kemunculan pabrik pabrik di daerah Kerasidenan Surabaya yang meliputi Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang yang banyak dimiliki oleh orang Eropa dan Cina. Kondisi tahun 1780 sebelum diberlakukannya Cultur stelsel, pengolahan tebu menggunakan tenaga kerbau dimana didekat penggilingannya yang berputar hari dengan hewan penarik yang diganti tiap setengah jam yang harus dipanasi terus menerus untuk memasak hasil perasan tebu sehingga setelah beberapa lama berubah menjadi gula kental berwarna kecoklatan dan siap dicetak menggunakan tempurung kelapa. Kondisi ini berubah pasca diberlakukannya sistem tanam paksa, pemerintah mulai mengimport peralatan mesin untuk penggilingan tebu dengan menggunakan tenaga uap pada beberapa pabrik eropa. Modernisai ini menyebabkan pabrik pabrik yang menggunakan tenaga hewan dan tenaga air mulai terpinggirkan. Penggunaan ketel uap terus meningkat dan mencapai puncaknya pada akhir abad ke 19 mencapai 1.350 unit. Ketel uap, vacuum pans, Centrifuge dan mesin uap banyak diimpor dari inggrisnamun pemeliharaan dan perbaikannya dilakukan secara lokal, pemeliharaan inilah yang nantinya juga akan mendorong lahirnya perusahaan teknik swasta oleh F. J. H Baijer.
Industri berat mulai dirintis sejak awal abad ke 19 dengan dibangunnya industri logam “Constructie Winkle” yang merupakan perusahaan pemerintah yang merintis kemunculan industri mesin swasta di Surabaya. Pada tahun 1808 untuk keperluan pertahanan. Kemudian dalam perkembangannya ini terbagi menjadi dua yaitu bengkel artileri (senjata dan meriam) dan perbengkelan mesin uap. Sedangakan perusahaan mesin swasta yang pertama kali di Surabaya didirikan oleh F. J. Hbaijer pada tahun 1841 yang bernama “Stoomfabriek van F. J. H Baijer” yang bermanfaat bagi reparasi pabrik gula. Tahun 1844 pabrik ini kesulitan biaya dan digadaikan ke pemerintah kemudian diberi nama Artileri Constructif Winkle.kemunculan ini kemudian disusul oleh beberapa perusahaan seperti pabrik besi dan logam “de Volharding”, perusahaan galangan kapal (Curtis, Dormaar, Kramer, Essink, de Hoog, Zunthuys). Untuk memenuhi kebutuhan reparasi mesin pabrik gula juga didirikan perusahaan N. V Machinefabriek pada tahun 1858. Menjelang tahun 1863 bengkel reparasi tidak bisa lagi mengatasi mesin mesin yang rusak sehingga melahirkan pabrik pabrik mesin seperti N. V Fabriek van stoom en werktuigen Kalimas tahun 1875, Lingerwood Manufacturing Co Ltd tahun 1877, N. V soerabasjhe Machine Handel voorhen Becker Co tahun 1883. Sehingga awal abad ke 20 kebutuhan akan mesin semakin meningkat yang kemudian mendorong lahirnya pabrik permesinan yang lebih besar.
Perkembangan industri yang pesat ini juga telah mendorong penyebaran bangunan baja bagi konstruksi pembukaan jalur kereta api yang ditetapkan berdasarkan keputusan pemerintah no 141 tahun 1875. Pembukaan jalur ini dilakukan dikawasan timur jurusan Ssurabaya-Pasuruan tahun 1878. Penggunaan baja untuk konstruksi mesin kereta api, rel, stasiun, lokomotif, gerbong dll ini kemudian diikuti pembukaan jalur trem di Surabya tahun 1891 oleh Oast Java Stroomtram Maatschappij (OJS).
Relokasi kawasan Industri di Kawasan Ngagel oleh pemerintah Gemeente tahun 1916 dirintis oleh pabrik mesin N. V Machinefabriek Braat yang mulai dibangun sejak tahun 1920, kemudian disusl oleh N. V Construktiewerkplaats Noordick, serta 3 pabrik mesin lainnya yang berada di kawasan Ngagel.
Artikel ini menjelaskan kondisi industri yang kronologis sejak akhir abad ke 19 hingga awal abad ke 20. Mulai dari perkembangan industri gula yang dilakukan secara tradisional, mulai menggunakan mesin impor hingga pada puncaknya berdiri beberapa industri mesin di Kota Surabaya. Kemunculan industri yang semakin pesat kemudian menjadi perhatian pemerintah dengan dilakukannya relokasi di Kawasan Ngagel.
KESIMPULAN
            Awal perkembangan Industrialisasi di Surabaya mulanya merupakan Supporting Sistem yang mendukung sektor agraria, Agraria semakin pesat mendorog lahirnya mekanisasi sebagai alat untuk mengolah tebu. Hal inilah yang mendorong lahirnya industri mesin  di Surabaya yang ditandai dengan berdirinya beberapa perusahaan mesin di Sekitar Jembatan Merah yang kemudian mengalami relokasi pada tahun 1916 ke Ngagel. Pesatnya industri baja dan mesin ini mendorong timbulnya transportasi khusunya kereta Api dan Trem yang sampai saat ini masih bisa dinikmati keberadaannya.

1 komentar:

  1. Maaf saya mau tanya, informasi seputar perusahaan galangan kapal di surabaya seperti Curtis, Dormaar, Kramer, Essink, de Hoog, Zunthuys, yang anda tulis di artikel ini sumber2nya dari mana ya kalau boleh tau? Terima kasih

    BalasHapus