INDUSTRI MESIN SURABAYA: FUNGSI
DAN PERAN DALAM INDUSTRIALISASI DAN PEMBANGUNAN KOTA ABAD XIX DAN AWAL ABAD XX
PENGANTAR
Kota
merupakan wadah dari berbagai aspek kehidupan yang sangat kompleks, Salah satu
pendapat tentang kota menurut J.H De Goode menentukan beberapa ciri kawasan
yang disebut kota, diantaranya adalah mempunyai peranan besar yang dipegang
oleh sektor sekunder (Industri) dan tersier (Jasa) dalam kehidupan ekonomi,
Jumlah penduduk yang relatif besar dan Heterogen, serta kepadatan penduduk yang
relatif besar. Surabaya yang merupakan salah satu kota besar yang tidak bisa
terlepas dari ciri yang disebutkan oleh De Goode. Surabaya sebagai Kota juga
diperkuat oleh pendapat dari Mc Gee yang menyatakan bahwa terdapat tiga ciri
kota kolonial yaitu pemukiman sudah stabil, terdapat Garnisun, dan pemukiman
pedagang, yang paling penting adalah lokasinya dekat dengan laut atau sungai
yang memudahkan pendatang Eropa untuk mengekspor produk dari daerah yang
bersangkutan serta mengekspor produk dari Eropa. Kondisi kota inilah yang
berpengaruh terhadap proses industrialisasi di Kota Surabaya. Industri itu
sendiri mengandung makna sebagai fasilitator yang mengolah bahan mentah atau
barang setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai guna lebih tinggi.
Sejak
akhir abad ke 19 hingga awal abad ke-20 perkembangan industri meningkat tajam
yang disebabkan oleh pertanian perkebunan yang memberlakukan sistem tanam paksa.
Berdirinya industri dengan menggunakan mesin sebagai tenaga produksi ini
menjadikan proses transfer teknologi sangat penting dalam proses
industrialisasi di Jawa, sehingga awal abad ke-20 kota kota besar di Jawa
menjalankan fungsinya sebagai pusat administratif dan komersial. Industrialisasi
yang semakin meningkat ini menyerap banyak tenaga kerja khususnya yang paling
banyak di industri mekanik. Kondisi ini juga dapat menimbulkan urbanisasi,
sehingga surabaya saat itu juga menjadi kota dengan penduduk terpadat.
ISI
SINGKAT
Peningkatan
industri sejak abad ke 19 hingga awal abad ke-20 perkembangannya di Kota
Surabaya meningkat tajam. Jika pada tahun 1899 jumlah industri manufaktur hanya
berjumlah 113 buah maka pada tahun 1914 meningkat menjadi 440 buah. Industri
manufaktur di Kota Surabaya melonjak hingga 300% (Purnawan Basundoro: 2012). Kegiatan
bisnis, Industri, pemerintahan dan pemukiman eropa terpusat di sekitar Jembatan
merah. Gudang Senjata, toko mesin uap kapal, pabrik roti, pabrik air mineral,
dan beberapa pabrik lain berada di pusat kota. Kawasan tersebut kemudian
mengarah ke selatan setelah pemerintah Gemeente membeli lahan di Daerah Ngagel
sehinggga banyak industri yang berpindah ke kawasan Ngagel.
Pemberlakuan
Cultur stelsel telah melahirkan Perkembangan sektor agraria yang dimulai sejak
tahun 1830 telah mendorong kemunculan pabrik pabrik di daerah Kerasidenan
Surabaya yang meliputi Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang yang banyak dimiliki
oleh orang Eropa dan Cina. Kondisi tahun 1780 sebelum diberlakukannya Cultur
stelsel, pengolahan tebu menggunakan tenaga kerbau dimana didekat
penggilingannya yang berputar hari dengan hewan penarik yang diganti tiap
setengah jam yang harus dipanasi terus menerus untuk memasak hasil perasan tebu
sehingga setelah beberapa lama berubah menjadi gula kental berwarna kecoklatan
dan siap dicetak menggunakan tempurung kelapa. Kondisi ini berubah pasca
diberlakukannya sistem tanam paksa, pemerintah mulai mengimport peralatan mesin
untuk penggilingan tebu dengan menggunakan tenaga uap pada beberapa pabrik
eropa. Modernisai ini menyebabkan pabrik pabrik yang menggunakan tenaga hewan
dan tenaga air mulai terpinggirkan. Penggunaan ketel uap terus meningkat dan
mencapai puncaknya pada akhir abad ke 19 mencapai 1.350 unit. Ketel uap, vacuum
pans, Centrifuge dan mesin uap banyak diimpor dari inggrisnamun pemeliharaan
dan perbaikannya dilakukan secara lokal, pemeliharaan inilah yang nantinya juga
akan mendorong lahirnya perusahaan teknik swasta oleh F. J. H Baijer.
Industri berat
mulai dirintis sejak awal abad ke 19 dengan dibangunnya industri logam “Constructie Winkle” yang merupakan
perusahaan pemerintah yang merintis kemunculan industri mesin swasta di
Surabaya. Pada tahun 1808 untuk keperluan pertahanan. Kemudian dalam
perkembangannya ini terbagi menjadi dua yaitu bengkel artileri (senjata dan
meriam) dan perbengkelan mesin uap. Sedangakan perusahaan mesin swasta yang
pertama kali di Surabaya didirikan oleh F. J. Hbaijer pada tahun 1841 yang
bernama “Stoomfabriek van F. J. H Baijer” yang bermanfaat bagi reparasi pabrik
gula. Tahun 1844 pabrik ini kesulitan biaya dan digadaikan ke pemerintah
kemudian diberi nama Artileri Constructif
Winkle.kemunculan ini kemudian disusul oleh beberapa perusahaan seperti
pabrik besi dan logam “de Volharding”, perusahaan
galangan kapal (Curtis, Dormaar, Kramer, Essink, de Hoog, Zunthuys). Untuk
memenuhi kebutuhan reparasi mesin pabrik gula juga didirikan perusahaan N. V Machinefabriek pada tahun 1858.
Menjelang tahun 1863 bengkel reparasi tidak bisa lagi mengatasi mesin mesin
yang rusak sehingga melahirkan pabrik pabrik mesin seperti N. V Fabriek van stoom en werktuigen Kalimas tahun 1875, Lingerwood Manufacturing Co Ltd tahun
1877, N. V soerabasjhe Machine Handel
voorhen Becker Co tahun 1883. Sehingga awal abad ke 20 kebutuhan akan mesin
semakin meningkat yang kemudian mendorong lahirnya pabrik permesinan yang lebih
besar.
Perkembangan
industri yang pesat ini juga telah mendorong penyebaran bangunan baja bagi
konstruksi pembukaan jalur kereta api yang ditetapkan berdasarkan keputusan
pemerintah no 141 tahun 1875. Pembukaan jalur ini dilakukan dikawasan timur
jurusan Ssurabaya-Pasuruan tahun 1878. Penggunaan baja untuk konstruksi mesin
kereta api, rel, stasiun, lokomotif, gerbong dll ini kemudian diikuti pembukaan
jalur trem di Surabya tahun 1891 oleh Oast
Java Stroomtram Maatschappij (OJS).
Relokasi kawasan
Industri di Kawasan Ngagel oleh pemerintah Gemeente tahun 1916 dirintis oleh
pabrik mesin N. V Machinefabriek Braat yang
mulai dibangun sejak tahun 1920, kemudian disusl oleh N. V Construktiewerkplaats Noordick, serta 3 pabrik mesin lainnya
yang berada di kawasan Ngagel.
Artikel ini menjelaskan
kondisi industri yang kronologis sejak akhir abad ke 19 hingga awal abad ke 20.
Mulai dari perkembangan industri gula yang dilakukan secara tradisional, mulai
menggunakan mesin impor hingga pada puncaknya berdiri beberapa industri mesin
di Kota Surabaya. Kemunculan industri yang semakin pesat kemudian menjadi
perhatian pemerintah dengan dilakukannya relokasi di Kawasan Ngagel.
KESIMPULAN
Awal
perkembangan Industrialisasi di Surabaya mulanya merupakan Supporting Sistem
yang mendukung sektor agraria, Agraria semakin pesat mendorog lahirnya
mekanisasi sebagai alat untuk mengolah tebu. Hal inilah yang mendorong lahirnya
industri mesin di Surabaya yang ditandai
dengan berdirinya beberapa perusahaan mesin di Sekitar Jembatan Merah yang
kemudian mengalami relokasi pada tahun 1916 ke Ngagel. Pesatnya industri baja
dan mesin ini mendorong timbulnya transportasi khusunya kereta Api dan Trem
yang sampai saat ini masih bisa dinikmati keberadaannya.
Maaf saya mau tanya, informasi seputar perusahaan galangan kapal di surabaya seperti Curtis, Dormaar, Kramer, Essink, de Hoog, Zunthuys, yang anda tulis di artikel ini sumber2nya dari mana ya kalau boleh tau? Terima kasih
BalasHapus