PERLAWANAN TERHADAP DOMINASI VOC
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia kaum penjajahan masuk
pertama kali dalam wujud persekutuan dagang yang di bentuk tahun 1602 yang di
sebut dengan VOC ( Vereenigde Oose Indische Compagnie ). VOC oleh belanda di
beri hak eksklusif untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan di Negara
jajahan. VOC datang ke Indonesia untuk melakukan pembelian rempah- rempah
dengan mengatakan kontrak jual beli dengan penguasa peribumi, namun dalam
perkembangan selanjutnya VOC bertujuan menguasai perdagangan di Indonesia
dengan menyingkirkan pedagang – pedagang Asing lainnnya serta memaksa penguasa
pribumi di Indonesia mengadakan perjanjian jual beli dengan mereka. Komoditi
perdagangan yang menjadi prioritas utama adalah rempah- rempah. Untuk merebut
monopoli perdagangan dari tangan raja atau pedagang pribumi. VOC juga membangun
pangkalan angkatan laut, pusat gudang pedagangan dan pusat pemerintahan yang
menjadi basis aksi diplomasi dan perdagangan.
Keberadaan VOC di Indonesia semakin
memberatkan penduduk pribumi, lebih – lebih ketika di beri pihak istimewa yang
tercantum dalam oktroi. Dengan adanya hak- hak istimewa itu VOC menjadi lembaga
pemerintahan sekaligus perdangan yang otonom di wilayah jajahan. Perluasaan
politik VOC ini menyebar hampir keseluruh wilayah Indonesia. VOC menanamkan
pengaruh politiknya melalui perjanjian dengan penguasa- penguasa setempat.
Penguasaan perdangan juga dilakukan dengan jalan penaklukan kekuasaan, namun
VOC tidak mengambil alih kekuasaan para raja, tetapi VOC lebih menekankan tuntutan
pengakuan kekuasaannya dalam bentuk penyerahan produk pertanian dari penduduk
yang dikuasainya melalui raja atau kepala pribumi yang diakuinya. Bentuk
penyerahan produksinya ditetapkan dalam dua sistem lerevansi dan sistem
kontingensi.
Dengan adanya sistem penyerahan
produksi ini semakin merugikan dan memberatkan rakyat pribumi. Barang-barang
yang ditanam penduduk pribumi juga harus mengikuti pasaran Eropa, sehingga hal
ini mendapatkan penolakan dari rakyat. Karena sistem ini memaksa penduduk untuk
pembukaan, penggarapan, penanaman, dan pemanenan hasil. Kondisi yang seperti
ini semakin menambah penderitaan dan menambah kemiskinan rakyat, sehingga
rakyat melakukan perlawanan-perlawanan. Didalam makalah ini akan dibahas
tentang perlawanan dari rakyat pribumi untuk melawan dominasi VOC.
1.2 Rumusan Masalah
v Apakah yang menjadi latar belakang dari dominasi VOC terhadap bangsa Indonesia?
v Apakah akibat yang ditimbulkan atas dominasi VOC tersebut?
v Bagaimanakah Proses Perlawanan yang terjadi di Indonesia ?
1.3 Tujuan
v Untuk mengetahui latar belakang dari dominasi VOC terhadap bangsa Indonesia.
v Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan atas dominasi VOC tersebut.
v Untuk mengetahui Proses Perlawanan yang terjadi di Indonesia.
1.4 Manfaat
v Dapat memperoleh informasi tentang pendudukan VOC di Indonesia serta
kekuasaan Belanda yang berada di Indonesia.
v Dapat memperoleh informasi tentang keadaan penduduk Indonesia serta
perlawanan yang terjadi pada masyarakat Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Dominasi VOC Terhadap Indonesia
Kekuasaan terhadap Kolonialisme atau Penjajahan VOC di Indonesia menimbulkan perlawanan dari penduduk Primubi.Dominasi itu berlangsung dalam eksploitasi atau pemerasan sumber kekayaan tanah jajahan untuk kepentingan Negara Penjajahan. Penduduk Pribumi diperas tenaga dan hasil produksinya untuk diserahkan kepada pihak penjajah yang kemudian oleh pihak penjajah dikirim ke Negara induknya untuk kemakmurannya sendiri,Di bidang politik pengaruh Belanda makin menjadi kuat berkat intervensi yang secara intensif dilakukan dalam persoalan-persoalan intern kekuasaan tradisional seperti misalnya dalam pergantian tahta,pengangkatan penjabat-penjabat birokrasi kerajaan maupun partisipasinya dalam menentukan kebijaksanaan politik kerajaan ,dengan demikian dalam bidang politik penguasa-penguasa tradisional makin tergantung pada kekuasaan asing sehingga kebebasan dalam menentukan soal-soal pemerintahan menipis.disamping itu anexsasi.wilayah yang dilakukan oleh penguasa asing sejak akhir abad 17 berakibat makin kurangnya penghasilan penguasa penguasa tradisional.
Dibidang sosial ekonomi kontak dengan barat berakibat pula makin lemahnya kedudukan daerah-daerah bumi putera.Kekuasaan mereka berangsur – angsur di kurangi dan lebih jauh di tempatkan di bahwa pengawasan pejabat- pejabat asing, tenaga kerja di libatkan dalam sistem ekspolitasi perekonomian. Keadaan ini menimbulkan kegonjangan dalam kehidupan kepa- kepala bumi putra. Khususnya di daerah jawa faktor- faktor produksi pertanian, baik yang mencakup tanah maupun tenaga kerja di atur menurut sistem kolonial. Para petani di bebani tugas mengolah sebagaian dari tanahnya untuk di tanami dengan tanam- tanaman ekspor dan di haruskan menyumbangkan yenaga kerja secara paksa pada penguasa kolonial.
Di daerah – daerah lain di Indonesia dimana perdagangan laut merupakan sumber kehidupan pokok dari hidup, seperti misalnya daerah maluku, penguasa daerah pantai dan tindakan monopolitis dalam perdagangan yang di lakukan oleh Belanda, Penguasaan daerah produksi tanam ekspor, merupakan hambatan besar bagi penduduk setempat untuk mendapat penghasilan. Tindakan Asing tersebut menimbulkan rasa antipati dikalangan penduduk pribumi, yang pada saat semakin kritis mendorong terjadinya perlawanan.
Perdesakan pembuatan perjanjian oleh penguasa Belanda terhadap pribumi dengan mengabaikan nilai- nilai tradisi yang berlaku di daerah- daerah setempat, di samping tunututan untuk mengakui keberadaan Asing di tempat tersebut, di pandang pihak pribumi sebagai gangguan kedaulatan mereka. Kekecewaan tersebut menjurus kearah penentangan bersenjata di dalam keadaan kurang kuat penguasa pribumi terpaksa tunduk kepada kekuasaan Asing dan kekuasaan mereka ditempatkan di bawah kekuasaan kolonial. Usaha Belanda untuk memperluas wilayah kekuasaan selama ini mempunyai latar belakang politis untuk mencapai tujuan ekonomi. Peluasaan wilayah tersebut di harapkan dapat mempelancar pengungutan hasil produksi dan memperoleh tenaga kerja murah, di samping dapat mempelancar usahanya di bidang perdagangan.
Di bidang budaya pengaruh kehidupan barat dalam lingkungan kehidupan tradisional di kalangan penguasa pribumi timbul kekhawatiran bahwa pengaruh kehidupan Barat dapat merusak nilai- nilai kehidupan tradisional. Tantangan yang kuat terutama datang dari pemimpin agama yang memandang kehidupan di Barat bertentangan dengan norma- noram ajaran di Islam. Gejala kronis yang sering muncul dalam kalangan tradisional turut menambah kompleksnya keadaan. Gejala pertentangan intern antar bangsa terlihat dalam pertentangan antar Bangsawan di Sumatra Barat. Interfrensi berjalan sejajar dengan tujuan ekspansi wilayah yang di rencanakan oleh Belanda dalam kolonialismenya. Interfrensi aisng dengan pemihakan pada salah satu pihak yang sedang bertentangan dapat menimbulkan kekerassaan, kekecewaan dan reaksi pada pihak yang lain yang bahkan dapat memancing ke arah perlawanan.
Selama situasi kritis terlihat gejala pengelompokan pihak pro dan kontra kekuasaan asing baik dikalangan penguasa bangsawan maupun golongan dalam masyarakat. Di daerah kerajaan ajakan penentang terhadap kekuasaan asing dari para bangsawan ataupun ulama yang berpengaruh dengan mudah mendapat sambutan baik dari kelompok rakyat, yang karena tekanan-tekanan hidup yang mereka alami menunjukkan sikap anti pati terhadap kekuasaan asing. Dalam hubungan ini ikatan tradisional dalam bentuk ketaatan pada atasan merupakan faktor kuat terpenuhinya ajakan penentangan.
Perlawanan-perlawanan itu baik berupa perlawanan besar, berupa pemberontakan maupun hanya merupakan kericuhan-kericuhan. Perlawanan disementara daerah ini tidak berarti mengabaikan perlawanan-perlawanan lain yang pernah berkobar didaerah tertentu, seperti perlawanan yang cukup gigih di Banten, Perlawanan di Sumatera Selatan, Perlawanan di Tapanuli, Di Kalimantan Barat, Di Sulawesi Utara dan di daerah-daerah di Indonesia merupakan bentuk reaksi terhadap kekuasaan kolonial Belanda.
2.2 Akibat yang timbul atas
Dominasi VOC di Indonesia
Masuknya kekuasaan
bangsa asing di Indonesia telah menyebabkan perubahan tatanan politik, sosial,
ekonomi dan budaya bagi bangsa indonesia di berbagai bidang kehidupan.
diantaranya adalah:
·
Politik
Baik Daendles maupun Rafles telah
meletakkan pemerintahan modern. Para bupati dijadikan pegawai negeri dan
digaji, padahal menurut adat, kedudukan bupati adalah turun temurundan mendapat
upetidari rakyat. Bupati telah menjadi alat kekuasaan pemerintahan kolonial.
·
Sosial Ekonomi
Eksploitasi yang dilakukan oleh bangsa
barat membawa berbagai dampak bagi bangsa Indonesia. Munculnya monopoli dagang
VOC menyebabkan mundurnya perdagangan nusantara di panggung perdagangan
internasional. Peranan syahbandar digantikan oleh pejabat Belanda. Kebijakan
tanam paksa sampai system ekonomi liberal menjadikan bangsa sebagai penghasil
bahan mentah. Eksportirnya dilakukan oleh bangsa Belanda, pedagang perantara
dipegang oleh orang timur asing terutama bangsa cina dan bangsa Indonesia hanya
menjadi pengecer, sehingga tidak memiliki jiwa wiraswasta jenis tanaman baru
serta cara memeliharanya.
Dengan dilaksanakannya politik pintu
terbuka, maka:
Ø Pengusaha pribumi yang modalnya kecil kalah
bersaing
Ø Perkebunan di Jawa berkembang sedangkan di
Sumatera kesulitan tenaga kerja sehingga dilaksanakan program transmigrasi
Ø Untuk mendukung program penanaman modal barat di
Indonesia pemerintah Belanda membangun: Irigasi, waduk, jalan raya, jalan
kereta api dan pelabuhan. Untuk membangun tersebut digunakan tenagan secara
paksa dengan sistem kerja rodi (kerja paksa)
Ø Dengan memperkenalkan sistem sewa tanah, terjadi
pergeseran dari sistem ekonomi barang ke sistem ekonomi uang yang juga menyebar
ke kalangan petani
Ø Daerah Indonesia terisolir dari laut sehingga
kehidupan berkembang ke pedalaman.
Kemudian perdagangan di laut secara
tak langsung menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Dengan feodalisme
rakyat pribumi dipaksa untuk tunduk atau patuh pada tuan tanah barat/timur
asing. Sehingga kehidupan penduduk Indonesia mengalami kemerosotan.
·
Budaya
Ø Tindakan pemerintah Belanda untuk menghapus
kedudukan menurut adat penguasa pribumi dan menjadikan mereka pegawai
pemerintah, meruntuhkan kewibawaan tradisional pribumi.
Ø Upacara dan tata cara yang berlaku di istana
kerajaan juga disederhanakan, dengan demikian ikatan tradisi dalam kehidupan
pribumi menjadi lemah.
2.3 Proses Perlawanan yang ditimbulkan atas Dominasi VOC di Indonesia
- Perlawanan di Aceh (1873-1904)
Perlawanan-perlawanan
brsar yang terjadi di daerah daerah di Indonesia dalam abad 19, termasuk
perlawanan pihak bumiputera di Aceh termasuk perlawanan paling berat bagi Belanda.
Keadaan mulai bertambah setelah Belanda dan Inggris mencapai suatu perjanjian
yang disebut traktat Sumatera dalam tahun 1871. Menurut perjanjian ini Belanda
diberi keleluasaan untuk mengadakan perluasan diseluruh Sumatera. Termasuk ke
daeran Kesultanan Aceh yang selama itu tidak boleh diganggu kedaulatannya. Oleh
karena itu dilakukan usaha memperkuat diri dan mengadakan hubungan dengan
negara-negara lain yang dapat membantunya. Dalam bulan Januari 1873, Sultan
aceh telah mengirim seorang utusan, Habib Abdurrahman ke Turki untuk meminta
bantuan apabila Belanda menggunakan kekerasan dan beruasa menundukkan Aceh.
Ketika sebuah kapal perang Belanda yang mengantar pulang utusan-utusan Aceh,
setelah bertemu dengan residen Belanda di Riau, singgah di bandar Singapura.
Kesempatan ini digunakan oleh utusan utusan untuk mengadakan persekutuan dengan
konsul Italia dan konsul Amerika Serikat di Singapura. Yang berperan diantara
utusan utusan aceh adalah Tibang Muhammad.
Bagi
Belanda tindakan aceh tersebut sangat mengkhawatirkan, karena Belanda tidak
menginginkan adanya negara asing lain turut campur tangan. Bantuan militer Amerika
serikat pada Aceh yang menurut desas-desus akan datang pada permulaan bulan
Maret 1873 menggelisahkan Belanda, akibatnya komisaris pemerintah hindia
Belanda F.Nnieuwenhuyzen menyampaikan surat kepada sultan Aceh, berisi
permitaan Belanda untuk menjernihkan suasana. Namun surat ini tidak memperoleh
jawaban seperti yang diharapkan oleh Belanda. Surat kedua yang disampaikan oleh
Belanda pada tanggal 24 Maretmangalami nasib serupa. Belanda mulai memamerkan
kekuatannya dengan melepaskan tembakan meriam duabelas kali yang ditujukan ke
arah benteng Aceh yang berada di dekat pantai. Belandamengirim Mayor Jendral
J.H.R Kohler, kontak senjata terjadi antara pasuka Aceh dengan Belanda yang
mendarat disebelah baratdaya kota pantai cermin. Tembakan meriam dari kapal
belanda menyebabkan pasukan aceh mengundurkan diri, sehingga benteng aceh dapat
diduduki oleh Belanda. Masjid raya yang mejadi sarana pertama penyerangan
Belanda dipertahankan dengan gigih oleh tentara Aceh.
Pertahanan lascar aceh di masjid raya
cukup kuat, Belanda mengerahkan induk pasukannya untuk mengadakan pengepungan
terhadap Masjid Raya, dan tentara aceh yang berada di masjid mengadakan
perlawanan. Panglima Belanda kohler memerintahkan untuk menembakkan peluru api
kea rah masjid. Lascar aceh itu terbakar dan terpaksa lascar aceh mengundurkan
diri. Sehingga masjid dapat diduduki oleh Belanda pada tanggal 14 April 1873.
Dengan direbutnya masjid raya kekuatan pasukan aceh dipusatkan untuk
mempertahankan Istana Sultan Mahmudsyah. Usaha pasukan Belanda untuk mendekati
istana pada tanggal 16 april 1873 ditahan oleh tentara aceh. Sehingga terjadi
pertempuran sengit. Karena kekuatan aceh tidak dapat ditembus, maka belanda
terpaksa mundur lagi ke masjid. Dalam pertempuran ini belanda menderita
kerugian perwira dan 116 serdadu tewas.
Selama perang berlangsung perdagangan
laut aceh terhambat, karena kapal kapal perang Belandamengadakan blokade untuk menghalang-halangi
hubungan dagang dengan luar. Kematian jendrah kohler merupakan bukti bagi
pemerintah hindia Belanda di Batavia bahwa perlawanan rakyat aceh tidak dapat
dianggap ringan. Setelah kegagalannya untuk menundukkan aceh. Pemerintah Hindia
belanda merencanakan untuk mengirim ekspedisi ke dua ke Aceh. Pada tanggal 6
november 1873. Jendral J.van sweeten diangkat menjadi pemimpin pasukan
ekspedisikedua yang akan membawa pasukan yang lebih besar berkekuatan sekitar
8000 orang.
Pendaratan terjadi tanggal 9 desember
1973 di Kuala Lue.di gigieng pasukan Belanda telah di sambut oleh tembakan
serangan dari tentara aceh dan pertempuran sengit terjadi. Tembakan-tembakan
meriam Belanda dari kapal perang mengurangi daya tempur pasukan aceh, sehingga
terpaksa mengundurkan diri. Pertempuran yang terjadi mulai tanggal 6 januari
1874 membuktikan usaha gigih dari pihak Aceh untuk menghindarkan kemungkinan
didudukinya masjid raya seperti yang terjadipada penyerangan Ekspedisi Belanda
pertama.
- Perlawanan di Kalimantan Selatan (1859 - 1905)
Kontak
pertama-tama antara kerajaan Banjar dan Belanda terjadi pada permulaan abad 17.
Pedagang-pedagang Belanda yang terhimpun dalam VOC datang di Banjarmasin dengan
tujuan untuk memperoleh hasil bumi yang dapat diperdagangkan seperti lada,
rotan, damar maupun hasil tambang seperti emas dan intan. Pada masa
pemerintahan Sultan Ramatullah pada dasawarsa ketiga abad 17. Belanda diizinkan
mendirikan kantor dagang di Banjarmasin. Pemberian izin ini tidak lepas dari
siasat Sultan Banjar untuk memperoleh sekutu guna mencegah ekspedisi kekuasaan
raja Mataram Sultan Agung.
Pada sekitar abad 18 Belanda
melakukan kegiatan lagi di Banjarmasin. Penyerangan-penyerangan yang dilakukan
oleh rakyat Banjar terhadap kantor dagang ataupun kapal-kapal Inggris
membuktikan bahwa kegiatan pedagang asing disitu bertentangan dengan
kepentingan rakyat banjar. Pada taraf ini Belanda berhasil mendekati Sultan
Tahlili’llah sehingga tercapailah suatu perjanjian pada tahun 1734, yang berisi
pemberian fasilitas perdagangan pada pedagang Belanda.
Pertentangan intern antar-bangsawan
yang sering terjadi member kesempatan pada Belanda untuk melakukan intervensi
dalam urusan intern kerajaan. Kesulitan yang dihadapi oleh Sultan Tahmidillah
II dalam hubungan dengan perlawanan Pangeran Amir telah mendorongnya untuk
meminta bantuan pada Residen Belanda Walbeek. Disini mulai tampak bahwa usaha
Belanda tidak lagi hanya sekedar untuk memperoleh fasilitas dalam perdagangan,
tetapi telah menjurus kea rah perluasan wilayah kekuasaan.
Pemerintah Belanda di Batavia
berusaha untuk mencampuri kericuhan dalam kerajaan Banjarmasin. Kolonel
Andresen dikirim ke Banjarmasin untuk mengetahui dari dekat sebab-sebab
kericuhan itu, Andresen berkesimpulah bahwa Pangeran Tamjidillah yang tidak
disenangi rakyat adalah sumber dari kericuhan itu. Sultan Tamjidillah kemudian
diturunkan dari takhta dan kekuasaan kerajaan Banjarmasin diambil alih oleh
Belanda.
Pada tanggal 27 Septenber 1859
pertempuran juga terjadi di benteng Gunung Lawak yang dipertahankan oleh Kyai
Demang Leman dengan kawan-kawan terhadap serangan Belanda. Dalam pertempuran
ini kekuataan pasukan Demang Leman ternyata lebih kecil disbanding dengan
kekuatan musuh, sehingga ia terpaksa mengundurkan diri dari benteng tersebut.
Sementara itu Pangeran Antasari makin
giat melakukan perlawanan, terutama setelah mendengar kabar tentang pengasingan
Pangeran Hidayat, saudra sepupunya ke Jawa. Rakyat menaruh kepercayaan pada
Pangeran Antasari untuk meneruskan perlawanan. Pada tanggal 24 September 1864
bersama-sama dengan kawan seperjuangan ialah Pangeran Miradipa dengan
Tumenggung Mancanegara mempertahankan benteng Tundakan. Pada tanggal 14 Maret
1862 rakyat mengangkat Pangeran Antasari sebagai Pemimpin Tertinggi Agama
dengan Gelar Panembahan Amirudin Khalifatul Mukminin. Sudah tentu gelar
tersebut sangat besar pengaruhnya bagi kepemimpinan Pangeran Antasari. Ia amsih
terus memimpin perlawanan terhadap Belanda sampai pada saat meninggalnya pada
tanggal 11 Oktober 1862 di Hulu Teweh, tempat pertahannya yang cukup kuat.
Dengan meninggalnya Pangeran Antasari
perlawanan rakyat masih terus berlangsung dan dipimpin oleh teman-teman
seperjuangannya juga oleh putra-putranya. Belanda mengetahui bahwa kekuatan
para pelawan hanya dapat dipatahkan apabila pemimpin mereka dapat ditangkap
atau ditewaskan. Oleh karenanya dengan perbagai jalan Belanda berusaha untuk
mendekati, menangkap atau membunuh pemimpin tersebut.
- Perang Diponegoro
Dalam bidang politik, Belanda ikut
campur dalam pemerintahan kerajaan, pihak Belanda menempatkan kekuasaan militer
kompeni dalam istana yang digunakan untuk mengawasi kekuasaan raja dan golongan
dalam istana yang bersikap kontra terhadap Belanda. Makin sempitnya wilayah
kerajaan dan berkurangnya kekuasaan raja membawa akibat makin sempitnya
orientasi politik penguasa kerajaan. Makin meluasnya pengaruh Belanda dalam
urusan kerajaan sebenarnya tidak terlepas dari faktor intern dalam kerajaan itu
sendiri,yaitu adanya pertentangan antar bangsawan, kericuhan istana, perebutan
takhta. Kedudukan Diponegoro semakin lemah ketika dia ditinggalkan oleh
pembantunya, baik karena gugur maupun menyerah kepada Belanda. Di antara
pembantunya yang menyerah terdapat Kyai Maja, Pangeran Notoprojo, Pangeran
Mangkubumi, dan Sentot Alibasyah Prawirodirjo. Meskipun demikian Diponegoro
tetap tidak mau menyerah. Pengaruhnya di kalangan rakyat, termasuk di daerah
yang sudah dikuasai pihak Belanda masih tetap besar. Untuk menghindari perang
yang berkepanjangan, pihak Belanda menempuh cara diplomasi dengan menawarkan satu perundingan.
Pihak Belanda mengirimkan dua orang utusan yang keduanya bekas kepercayaan
Diponegoro. Oleh karena itu Diponegoro setuju untuk berunding walaupun dia
mengetahui banyak pengikutnya yang tidak setuju. Sebagai langkah awal pada 16
Februari Diponegoro bertemu dengan Kolonel Cleerens yang mewakili de
Kock di Remokawal. Di tempat itu disetujui bahwa pertemuan berikutnya dengan
Jenderal de Kock akan diadakan di Magelang. Rombongan Diponegoro tiba di
Magelang pada 25 Februari 1830, menjelang masuknya bulan suci Puasa (Ramadhan).
Oleh karena itu Diponegoro menolak untuk mengadakan perundingan selama bulan
puasa. Kondisi ini dilaporkan oleh de Kock 47 kepada Gubernur Jenderal dengan sengaja
memanipulasi penolakan Diponegoro itu sebagai unsur penting untuk menangkap tokoh
tersebut. Dengan cara itu dia mendapat ‘restu’ dari Gubernur Jenderal untuk
menangkap Diponegoro. De Kock berhasil menipu Diponegoro. Di saat pembicaraan
berlangsung, pihak Belanda melucuti para pengawal Diponegoro dan melarang
Diponegoro meninggalkan tempat.
Diponegoro yang sadar dirinya ditipu sempat emosional dan akan
membunuh de Kock di tempat perundingan. Meskipun awalnya ia menolak untuk
menyerah dan menyatakan lebih baik mati, namun akhirnya ia pasrah terhadap takdir
(angur sun sumendhetakdir). Kesadaran ini pula yang
mendorongnya untuk meninggalkan tanah Jawa (Diponegoro dibuang
ke Makassar dan meninggal dunia di kota itu pada 8 Januari 1855). Pertama,
karena menurutnya tidak ada lagi yang memilikinya; dan kedua, untuk menghormati
mereka yang gugur dalam peperangan karena membela dan melaksanakan perintahnya.
Perang Diponegoro menyebabkan kerugian besar bagi Belanda. Secara keseluruhan,
Belanda kehilangan 15.000 prajuritnya, termasuk 8.000 orang Eropa. Selain itu
Belanda harus menanggung beban biaya yang amat besar. Dalam kondisi ekonomi yang
morat-marit, pemerintah Hindia Belanda mau tidak mau harus menjalankan program
penghematan. Untuk membiayai perang dengan sistem benteng itu, dengan cerdik Du
Bus de Gisignies membebankannya kepada Sultan Yogyakarta (Hamangkubuwono II),
termasuk tanah milik kesultanan di Jabarangkah secara penuh menjadi milik
pemerintah Hindia.
- Perlawanan Kaum Padri ( 1821-1837 )
Penyebaran agama islam di Minangkabau
terutama berkat kegiatan pusat pengajaran islam di daerah Ulakan, sebuah kota
kecil di sebelah utara Padang.pusat pengajaran islam ini dipimpin oleh seorang
ulama bernama Syeh Burhanuddin, murid Abdurrauf tokoh islam dari Singkel yang
meninggal pada tahun 1704 M. Sikap keras dari kaum padri dalam memperjuangkan
cita-citanya menimbulkan ketegangan di kalangan kaum adat. Kebiasaan lama yang
telah berakar dalam masyarakat Minangkabau tidak mudah untuk berubah dalam
waktu singkat. Gangguan terhadap kebiasaan penduduk tersebut mudah menimbulkan
reaksi. waktu Belanda menerima penyerahan kembali daerah Sumatra Barat dari
Inggris, maka perlawanan kaum Padri akhirnya juga diarahkan pada kekuasaan
Belanda. Kaum Padri mulai melakukan serangan-serangan terhadap pos-pos Belanda
maupun pencegatan terhadap pasukan patroli mereka.
Kaum Padri mengambil kesempatan yang baik itu untuk
memulai perlawanan lagi. Mereka mengadakan serangan terhadap daerah-daerah
pengikut kaum adat seperti Suroaso dan Tanah Datar, sehingga dengan kekuatan
yang ada pada Belanda harus menghadapinya. Dalam hubungan dengan perlawanan
kaum Padri perlu diketahui bahwa diantara pemimpin-pemimpin mereka tidak selalu
terdapat kesamaan pendapat. Sikap golongan Padri yang tidak menginginkan jalan
kekerasan dalam menghadapi kaum adat ditentang oleh golongan Padri yang keras
pendiriannya.
Kesulitan yang diderita oleh kaum
Padri di Bonjol mulai ditutupnya jalan-jalan penghubung dengan daerah lain oleh
pasukan Belanda. Pada tanggal 11 sampai 16 Juni 1835 sayap kanan pasukan
Belanda telah berhasil menutup jalan yang menghubungkan benteng Bonjol dengan
daerah sebelah barat. Dengan menyerahnya Tuanku Imam Bonjol tidak berarti bahwa
perlawanan kaum Padri di daerah lainnya segera berakhir.
- Perlawanan di sulawesi selatan (sampai 1825)
Sejak
belanda berhasil mendirikan kantor dagang di makassar pada tahun 1607, kontak
mereka dengan penguasa tradisionil setempat dapat dilakukan lebih intensif
kepentingan perdagangan belanda yang tercermin dalam kontrak-kontrak dagang
dengan kerajaan makasar, bertugas untuk memperkecil kekuasaan dagang penguasa
tradisional tersebut. Kontak bersenjata antara pasukan sultan Hasanudin dan
pasukan speelman pada tahun 1666 tidak lain merupakan bukti sikap perlawanan
penguasa tersebut kekuasaan asing. Bahwa dalam peperangan ini belanda juga menarik
dari sementara penguasa bumiputera yang bersekutu dengan mereka, adalah cara
yang biasa dilakukan oleh belanda dalam rangka menundukkan
perlawanan-perlawanan penguasa bumiputera.
Perjanjian bonggaya pada tahun 1667 memberikan
kesempatan, kompeni belanda untuk berkuasa di daerah sulawesi selatan. Meskipun telah dalam pengaruh
kekuasaan belanda kerajaan makasar masih juga berusaha untuk mengadakan
perlawanan terhadap belanda. Terbatasnya kekuatan belanda tidak memungkinkan
untuk menguasai dan mengawasi secara langsung daerah-daerah yang telah di
rebutnya . daerah-daerah yang telah dikalahkan terpaksa diserahkan kembali
kepada raja setempat sebagai tanah pinjaman. Untuk menjaga kemungkinan
timbulnya perlawanan lagi, belanda endirikan pos-pos penjagaan dan
beneteng-benteng, seperti pos di tempat sebelah sungai pancaan dan
benteng-benteng di mandalle dan segeri. Akibatnya pasukan belanda dapat dipukul
mundur oleh pasukan suppa dan dalam pertempuran tersebut De Stuers telah
kehilangan 22 orang tewas. Dalam hubungan ini pimpinan pusat peemrintahan
kolonial belanda batavia berusaha untuk menhancurkan kekuataan kerajaan bone
yang dipandangannya sebagai penghambat ekspensi di seulawesi selatan
- Perlawanan Di Bali
Kontak antara-antara kerajaan bali
dengan Belanda telah terjadi pada abad 17. Pedagang-pedagang belanda pada waktu
itu telah berusaha mengadakan perjanjian dengan raja-raja Bali, meskipun tidak
berhasil. Motif belanda mendekati raja bali pada waktu itu menyangkut
perdagangan. Usaha belanda mengadakan perjanjian dengan raja-raja bali tersebut
berhasil pada 1841. Nampak jelas bahwa pemerintah VOC telah meluaskan wilayah
daerah kekuasaannya. Dalam perjanjian tersebut antara lain berisi tentang :
Bahwa raja-raja bali tidak akan menyerahkan kerajaannya kepada bangsa Eropa lain, mengakui kerajaannya di bawah
kekuasaan belanda, raja memberi izin pengibaran bendera belanda di daerahnya.
Masalah yang menyulitkan antara Belanda dengan kerajaan Bali adalah berlakunya
hukum tawan karang. Yaitu hak dari
raja bali untuk merampas perahu yang terdampardi wilayah kerjaannya. Usaha
belanda dalam tahun 1845 untuk menekan raja buleleng agar mengesahkan
perjanjian pengapusan tawan karng telah di tolak. Meskipun telah di adakan
perjanjian, ini tidak berarti kedua belah pihak sepenuhnya tunduk. Adanya kedua
perjanjian tersebut oleh raja-raja bali ternyata jadikan sebagai siasat untuk
mengulur waktu guna memperkuat diri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia kaum penjajahan masuk
pertama kali dalam wujud persekutuan dagang yang di bentuk tahun 1602 yang di
sebut dengan VOC ( Vereenigde Oose Indische Compagnie ). Keberadaan VOC di
Indonesia semakin memberatkan penduduk pribumi. Penguasaan perdangan dilakukan
dengan jalan penaklukan kekuasaan, namun VOC tidak mengambil alih kekuasaan
para raja, tetapi VOC lebih menekankan tuntutan pengakuan kekuasaannya dalam
bentuk penyerahan produk pertanian dari penduduk yang dikuasainya melalui raja
atau kepala pribumi yang diakuinya. Bentuk penyerahan produksinya ditetapkan
dalam dua sistem lerevansi dan sistem kontingensi. Perlawanan yang terjadi di
Indonesia diantaranya adalah Perlawanan Aceh, Perlawanan Rakyat Sulawesi
Selatan, Perang Padri, Perlawanan Diponegoro, dan Perlawanan di Bali.
3.2 Saran
Makalah
yang berjudul “ Perlawanan terhadap Dominasi VOC “, perlawanan tersebut masih
terjadi hingga sekarang. Sebagai masyarakaat Indonesia, dimana negara ini masih
berkembang sangat dibutuhkan integrasi yang kuat diantara masyarakat Indonesia.
Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, oleh karena itu
kami sangat terbuka menerima kritik dan saran yang membangun guna penyusunan
makalah selanjutnya agar lebih baik dan lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Kartidirjo, Sartono. 1975. Sejarah
Nasional Indonesia. Jakarta: Depdikbud
Kartidirjo, Sartono. 1992. Pengentar
Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900 dari Emporium sampai Imporium. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Badrika, I wayan. 2006. Sejarah Untuk
kelas XII. Jakarta: Erlangga